Pages

Rabu, 06 Agustus 2014

Resensi Buku Nyai Dasima Versi G Francis



Sebagian orang mungkin masih menganggap kalau cerita Nyai Dasima hanya sebatas cerita rakyat biasa. Namun, cerita tentang Nyai Dasima sebenarnya lebih dari itu.
Bahkan, saya baru mengetahui jika cerita Nyai Dasima memiliki dua versi, bahkan bisa lebih setelah membaca buku Nyai Dasima terbitan Masup Jakarta. Bukut tersebut memuat kisah Nyai Dasima dalam 2 versi. Di Antaranya versi penulis lokal SM Ardan, dan versi GFrancis.
Mudah diketahui, jika yang versi Ardan merupakan bentuk tandingan cerita Nyai Dasima versi  Francis yang telah ditulis pada abad 19 tersebut. 

Berikut saya akan mencoba menampilkan resensi cerita Nyai Dasima versi karya G Francis.
Dalam tulisannya, Francis tampaknya ingin menampilkan sosok Dasima sebagai seorang Nyai yang cantik rupawan, dan hidup serba berkecukupan setelah dijadikan Nyai atau bini piare dalam istilah masyarakat Betawi saat itu, oleh seorang Inggris bernama William, atau Tuan W. 

Tidak hanya itu, Francis juga menggambarkanTuan W sebagai sosok yang baik, dan bisa dianggap pula sebagai “korban” kelicikan para tokoh pribumi. Tentu saja bisa dimaklumi alur yang dibuat oleh Francis tersebut. Mengingat hal itu juga berkaitan dengan kepentingan kolonialisme saat itu. Selain itu, juga sangat kental terasa dalam versi yang ditulis oleh Francis tersebut, sang penulis menempatkan agama Islam sebagai salah satu faktor yang menyebabkan sang tokoh utama Nyai Dasima menderita. 

Konflik mulai terjadi ketika Nyai Dasima mempekerjakan Mak Buyung sebagai pelayannya. Mak Buyung merupakan seorang janda tua asal kampung Pejambon. Sebuah kampung yang saat itu, tepatnya pada tahun 1820 an masih berupa setengah hutan di Jakarta. 

Namun, bekerjanya Mak Buyung pada sang Nyai sebenarnya bukan tanpa sebab. Melainkan atas rekayasa yang dilakukan oleh seorang lelaki muda yang punya latar belakang buruk, penadah, dan tukang madat, Samiun. 

Samiun meminta supaya Mak Buyung melamar kerja di rumah Nyai Dasima dan Tuan W, karena memiliki niatan untuk memperistri Nyai Dasima. Mak Buyung yang sebelumnya merasa sering ditolong hidupnya oleh Samiun, langsung menyanggupinya. 

Mak Buyung datang ke rumah Nyai Dasima dengan berpura-pura sebagai penjual telur. Saat menawarkan dagangannya, Mak Buyung berhasil memikat hati sang Nyai, dengan mengatakan bahwa dirinya adalah seorang janda miskin, dan sedang membutuhkan pekerjaan tetap. Merasa iba, Nyai Dasima pun mempekerjakannya sebagai pembantu rumah tangganya. 

Setelah bekerja di rumah Nyai Dasima, Mak Buyung perlahan-lahan mulai “menggosok” sang Nyai dengan berbagai bujukannya. Hal itu sesuai dengan apa yang diminta oleh Samiun kepada dirinya. Tujuannya, agar Nyai Dasima tidak betah lagi menjadi “bini piare” Tuan W, dan mau menjadi istri resmi Samiun. 

Karena terus mendapatkan bujuk rayu dari Mak Buyung, Nyai Dasima kemudian mulai mengalami kebimbangan. Nyai Dasima mulai berpikir untuk kembali hidup dan berkumpul dengan bangsanya sendiri, serta menjadi seorang muslim yang utuh karena tidak menjadi istri seorang kafir akibat bujukan dari Mak Buyung. 
Perlahan tapi pasti, Nyai Dasima pun mulai memiliki pemikiran untuk bercerai dengan Tuan W, dan segera menikah dengan Samiun. Sebenarnya, selain meminta bantuan Mak Buyung, Samiun juga meminta kepada seorang dukun bernama Salihun. Salihun dimintai tolong oleh Samiun untuk mengguna-gunai Nyai Dasima. 

Tak membutuhkan waktu lama, Nyai Dasima kemudian meminta cerai dari Tuan W. Konsekuensi perceraian itu, Nyai Dasima harus kehilangan hak asuh atas anaknya Nancy, yang dalam hukum kolonial harus mendapatkan pengasuhan dari Tuan W.  
Setelah bercerai dengan Tuan W, Nyai Dasima segera menikah dengan Samiun sebagai istri muda. Namun, kebahagiaan kehidupan Samiun dan Nyai Dasima yang berasal dari Kampung Kahuripan itu, hanya berlangsung beberapa hari. 

Sebab, istri tua Samiun, Hayati memperlakukannya sebagai pembantu. Bahkan, ibu Samiun, Mak Leha juga tidak lebih buruk perlakuannya kepada Nyai Dasima. Tidak hanya itu, Hayati juga sering merampas harta milik Nyai Dasima yang dibawanya pasca perceraianya, untuk berjudi ceki atau kartu.
Mendapatkan perlakuan tak manusiawi, sang Nyai meminta bercerai kepada Samiun. Sayang, Samiun tak menyetujuinya. Untuk menenangkan hati Nyai Dasima, Samiun berjanji untuk mengantarkan pulang istri mudanya itu ke kampung asalnya Kahuripan. 

Namun, rupanya Samiun memiliki rencana lain. Dia justru ingin membunuh Nyai Dasima karena dianggap bisa merepotkannya. Rencana pembunuhan itu dia diskusikan bersama istri tuanya Hayati, dan ibunya Mak Leha. Untuk memuluskan hal itu, Samiun juga menyewa seorang pembunuh bayaran, yang merupakan preman Bang Puasa. 

Hari nahas pun tiba. Samiun mengatakan kepada Nyai Dasima, bahwa dia akan mengajaknya menonton pementasan cerita rakyat Amir Hamzah di Kampung Ketapang. Saat itu, mereka berangkat berempat, dengan Bang Puasa, dan Kuntum yang merupakan budak Mak Leha (saat itu perbudakan masih menjadi sesuatu yang legal di Batavia). 

Saat melewati pinggiran di kali Ciliwung, Samiun melancarkan aksinya. Tanpa dikomandoi lagi, Bang Puasa langsung memburu Nyai Dasima dengan pukulan dari kayu asem. Dengan beberapa kali pukulan, Nyai Dasima menemui ajalnya. Mayat perempuan itu kemudian dibuang oleh Samiun dan Bang Puasa di di kali Ciliwung. Awalnya mereka tidak mengira jika tidak ada saksi mata atas perbuatannya itu. Namun, mereka tidak menyadari jika terdapat beberapa orang tetangga mereka yang menyaksikan pembunuhan itu, karena saat itu mereka sedang memancing di pinggiran kali Ciliwung. 

Sebenarnya pembunuhan itu kemungkinan akan berjalan mulus, jika saja mayat Nyai Dasima tidak dihanyutkan di kali Ciliwung. Sebab, beberapa saat setelahnya, mayat itu tersangkut di pagar pembatas rumah Tuan W di kali Ciliwung (pagar itu berfungsi untuk membuat semacam tempat mandi kecil yang berhubungan langsung dengan kali Ciliwung). 

Saat mayat itu tersangkut, salah seorang pembantu Tuan W yang akan memandikan Nancy menemukannya. Karena takut, pembantu itu melaporkannya kepada Tuan W. Mengetahui itu adalah mayat Nyai Dasima, Tuan W melaporkannya kepada kepala kampung, dan polisi. Tanpa membuang waktu lagi, mereka segera mengusutnya. 

Sempat mengalami kesulitan, polisi itu kemudian membuat sayembara, barang siapa saja yang bisa menemukan pelaku pembunuhan itu akan diberinya hadiah sejumlah uang. Warga yang juga merupakan saksi mata pembunuhan itu langsung memberitahukan siapa pembunuh Nyai Dasima. Tak membutuhkan wakt lama, para pelaku yang di antaranya Samiun, Bang Puasa, dan Kuntum ditangkap polisi.


 Foto buku Nyai Dasima terbitan Masup Jakarta


2 komentar:

  1. Hi Januar, apa dijual buku yg versi g francis? Sy sangat tertarik. Kalau ya tolong email ke g.windy@hotmail.com terima kasih banyak.

    BalasHapus
  2. @Windy: sebenernya di buku itu uda ada dua versi kok, versi G Francis, dan versi SM Ardan. Di beberapa toko buku mudah ditemui kok mbak :)

    BalasHapus

About

Planet Blog

PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia

Indonesian Blogger