Pages

Jumat, 16 Oktober 2009

Idul Fitri: Momen Awal Untuk Kebangkitan Bangsa

Idul Fitri adalah sebuah hari yang selalu dinantikan oleh semua umat Islam di dunia ini. Dalam hari yang sangat penting ini tersimpan berbagai keistimewaan. Dimana pada momen ini kita akan menjadi kembali menjadi seorang manusia yang akan kembali kepada kesucian hati, karena semua hal – hal negatif yang ada pada diri kita telah dibakar oleh “api suci” bulan Ramdhan. Lalu pada hari Idul Fitri ini, juga dapat dikatakan sebagai hari tersambungnya tali silaturrahim yang telah lama terputus. Karena banyak sekali orang yang sengaja menunggu momen ini untuk mengatakan maaf kepada orang yang pernah dia sakiti ( meskipun itu bisa dilakukan diluar Idul Fitri ).
Namun yang paling penting dari itu semua adalah Idul Fitri haruslah menjadi sebuah momen dalam rangka perbaikan diri menuju pribadi yang lebih baik dan berkualitas. Pribadi yang lebih baik dan berkualitas sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat kita saat ini. Karena seperti yang kita ketahui bersama, bahwa salah satu factor yang menyebabkan bangsa ini terpuruk adalah rendahnya kualitas pribadi para pemimpin negeri ini. Mereka yang memimpin negeri ini bisa dikatakan memiliki integritas yang buruk. Mereka hanya berjuang untuk kepentingan serta keberlangsungan kelompoknya saja. Mungkin yang ada dalam pikiran mereka adalah bagaimana caranya dapat mengalirkan dana yang seharusnya untuk bangsa ini masuk kedalam kantong dan kas mereka sendiri.
Dari sinilah diperlukan adanya regenerasi kepemimpinan di negeri ini. Negeri ini memerlukan sosok – sosok kepempinan yang baru, yang progressif, yang tidak hanya berjuang unutk golongan mereka sendiri. Tentu saja sosok – sosok pemimpin seperti itu tidak akan muncul jika tidak adanya pribadi – pribadi yang berkualitas di negeri ini. Karena tentu saja sukses sebuah bangsa adalah akumulasi dari suksesnya individu.
Oleh karena itulah, dari momen Idul Fitri ini tentu saja kita berharap akan lahirnya jiwa – jiwa baru yang lebih berkualitas. Dari lahirnya jiwa – jiwa yang berkualitas ini diharapkan pula akan semakin menambah refrensi kita untuk memilih para calon pemimpin bangsa ini. Dan diri kita sendiri pun menjadi kandidat dari para calon pemimpin tersebut. Karena seperti apa yang disampaikan oleh Aa’ Gym, bahwa segala sesuatunya haruslah dimulai dari diri sendiri, dari yang paling kecil, serta dari mulai sekarang juga. Semoga di hari yang penuh fitri itu kita menjadi manusia – manusia yang labih baik lagi. Amin.
Salam Perubahan!!!!!!

UNAIR BHPP: World Clash University

Judul dari tulisan ini bukanlah salah ketik. Memang ada unsur kesengajaan dalam melakukan penulisan tersebut. Judul tersebut sengaja ditulis karena merujuk pada kondisi sebenarnya yang sedang terjadi di kampus tercinta kita ini, UNAIR.
UNAIR memang sedang bersiap menuju BHPP ( Badan Hukum Pendidikan Pemerintah ) pada tahun 2012. Perubahan status ini merupakan sebuah konsekuensi yang harus diambil UNAIR yang diakibatkan oleh adanya UU BHP. Dalam perubahan status itu nantinya UNAIR akan menjadi sebuah kampus yang bertaraf dunia, serta kualitas yang bisa disejajarkan dengan kampus – kampus internasional. Sungguh sebuah prestasi yang luar biasa.
Tentunya menjadi sebuah kebanggaan kita bersama apabila UNAIR benar – benar dapat meraih cita – citanya tersebut. Akan tetapi hal tersebut hanyalah akan menjadi sebuah ilusi dan ironi apabila juga harus disertai dengan pengorbanan yang tidak sedikit pula. Tentunya yang menjadi masalah fundamental dalam masalah ini permasalahan biaya kuliah yang akan ditanggung oleh mahasiswa. Seolah – olah sudah menjadi sebuah hukum alam, apabila menginginkan perbaikan kualitas, maka harus diikuti pula dengan tingginya biaya yang harus dikeluarkan. Apabila UNAIR ingin menjadi sebuah kampus yang berkelas internasional, maka dia harus melakukan pembenahan disana – sini, khususnya dalam hal materi. Tentunya ini akan memakan biaya yang tinggi. Lalu dari mana UNAIR akan mendapatkan biaya tersebut jika dalam perubahan status tersebut, UNAIR akan menjadi sebuah kampus yang otonom, yang dalam pembiayaannya sangat minim sekali subsidi dari pemerintah. Ini menjadi sebuah pertanyaan besar bagi kita.
Sekali lagi dalam sejarah kita, mahasiswa akan menjadi korban dari kenaikan biaya kuliah ini. Mahasiswalah yang akan menanggung biaya dari impian dan ambisi besar UNAIR ini. Beberapa saat yang lalu pun masalah ini juga sempat meledak menjadi sebuah permasalahan yang mengemuka di UNAIR. Namun masalah ini pun mereda seiring dengan berjalannya waktu. Apabila hal yang seperti ini kita anggap sebagai sesuatu hal yang biasa saja, maka tentunya kedepannya akan menimbulkan sebuah benturan antara tugas suci dari pendidikan itu sendiri, dengan ambisi sesaat yang akan mengorbankan mereka yang seharusnya berhak mengenyam pendidikan itu sendiri. Bisa jadi jual beli bangku kuliah akan kita temui kedepannya di kampus tercinta ini. Dan apabila hal tersebut terjadi, maka bukan tidak mungkin di UNAIR akan terdapat sebuah slogan baru yaitu, “World Clash University”.
Salam Perubahan!!!!!!

Kita ( Mahasiswa ) Adalah Teroris

Dalam setiap masanya pemuda selalu menjadi motor perlawanan terhadap sebuah keadaan mapan yang hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Mereka selalu menjadi serangan pertama dan akhir terhadap sebuah rezim tiran.
Banyak sekali kisah – kisah yang melukiskan heroisme pemuda dalam setiap eranya. Bangsa ini memiliki banyak sekali catatan emas para pemudanya. Kita lihat pada awal abad 20 an, sekumpulan anak muda yang tergabung dalam Sarekat Dagang Islam, berhasil menghimpun kekuatan rakyat dan menyadarkan bangsa ini untuk bangkit dan mandiri secara ekonomi dan lepas dari bayang – bayang ekonomi asing. Hingga akhirnya mereka pulalah yang memiliki peranan dalam Kebangkitan Nasional ( Dalam hal ini bukan Boedi Oetomo yang memiliki peranaan dalam kebangkitan nasional, karena perjuangan Boedi Oetomo hanya bersifat untuk para bangsawan dan Boedi Oetomo juga terlalu fanatic sempit terhadap kesukuan Jawa ). Lalu pada era kemerdekaan ada M. Natsir, Syafrudin Prawiranegara, Tan Malaka, Soekarno, Hatta, dll yang telah mengawal kemerdekaan bangsa ini. Pada akhir era orde lama, terdapat Soe Hok Gie, yang turut andil dalam penumbangan rezim otoriter dan dictator Soekarno ( PKI ). Lalu pada akhir era orde baru, para pemuda juga turut andil dalam penumbangan rezim itu, yang dalam hal ini dimotori oleh KAMMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia ) dan LMND ( Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi ).
Mereka yang ada dalam catatan sejarah tersebut adalah para pemuda yang selalu berdiri tegak menantang, melawan setiap rezim tiran. Mungkin pada saat ini banyak sekali yang mempertanyakan peranan pemuda, khususnya mahasiswa. Pada saat ini memang tidak terdapat peranan yang terlalu signifikan yang dapat dimainkan oleh pemuda. Mahasiswa terjebak pada dunianya sendiri, dimana pada saat ini mereka hanya nyaman dengan bangku kuliah, ceramah dosen, dan lain sebagainya tanpa adanya tindakan nyata serta gagasan yang cerdas akan perubahan nasib bangsa ini. Mahasiswa pada saat ini hanya mampu mendapatkan IPK 3,75, namun selebihnya apa? Setelah itu mereka sibuk menenteng ijazah, surat lamaran, serta CV hanya untuk memohon sedikit belas kasihan dari para pemilik modal agar tenaga dan gelar mereka sewaktu kuliah diberikan sedikit ruang di perusahaan tersebut.
Ironis memang. Namun memang inilah kenyataan yang sedang terjadi. Pemuda pada saat ini sedang mengalami ketidak percayaan diri. Mereka harus menempatkan posisi mereka pada tempat yang tidak selayaknya untuk mereka. Himpitan ekonomi, mahalnya biaya kuliah dan lain sebagainya membuat mereka kehilangan posisi terhormat tersebut. Mungkin inilah sebuah system yang sengaja dirancang oleh mereka yang menginginkan para pemuda/ mahasiswa di negeri ini selalu berada dalam posisi yang lemah dan tidak berdaya menghadapi kondisi yang seperti ini.
Pemuda pada saat ini memang sedang ditempatkan pada tempat yang kurang bisa mengakomodir ide dan gagasan – gagasan cerdasnya. Terlebih lagi pada saat ini bagi mereka yang memiliki sikap kritis terhadap kondisi bangsa, maka dia akan langsung mendapatkan predikat sebagai provokator ( bagi aktivis kiri ) di kalangan mahasiswa, bahkan mungkin yang paling ekstrem adalah sebutan sebagai seorang “Teroris” ( bagi aktivis mahasiswa Islam ).
Inilah sebuah system yang ada dalam rangka mengkerdilkan gagasan kritis mahasiswa dan pemuda pada saat ini. Sehingga hal ini diharapkan akan membuat takut para mahasiswa atau pemuda tersebut. Akan tetapi pada saat ini yang seharusnya dilakukan oleh kita sebagai mahasiswa adalah bukan lari dari predikat – predikat tersebut. Justru sebaliknya, kita harus membuktikan bahwa kita memanglah seorang provokator atau teroris. Provokator yang akan selalu memprovokasi masyarakat dengan ide – ide brilian kita akan pentingnya sebuah perubahan tatanan masyarakat yang lebih baik. Serta teroris yang akan selalu menteror para penguasa yang tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Maka kedepannya, dengan sendirinya kampus akan menjadi sarang teroris, karena tempat ini akan menjadi kamp latihan para teroris ( pemuda ) tersebut dalam menghadapi permasalahan yang sedang dialami bangsa ini. Dan kedepannya kita akan dengan bangga mengatakan, bahwa kita ( mahasiswa/ pemuda ) adalah “Teroris”.

Kejantanan Mahasiswa

Mahasiswa adalah kelompok dari masyarakat kita yang sangat beruntung. Karena dia menjadi sedikit dari masyarakat kita yang bisa mengenyam pendidikan ke levwl perguruan tinggi. Dia juga seringkali disebut sebagai agent of change. Karena mahasiswa selalu didaulat sebagai salah satu kalangan yang akan menjadi motor dari perubahan bangsa.
Dari masa ke masa mahasiswa selalu saja menjadi motor gerakan perubahan bangsa ini. Mulai dari era colonial, lalu masa dictator Soekarno, era militer Soeharto, hingga era reformasi. Mereka selalu saja berani menyuarakan apa yang menurut idealisme dan gagasannya benar.
Akan tetapi dewasa ini peranan mahasiswa dalam proses transformasi bangsa ini dipertanyakan. Mahasiswa seolah – olah pada saat ini jauh dari peran semula yang seharusnya diembannya. Mereka hanya berada dalam zona nyaman yang berkubang di sekitar bangku kuliah, tumpukan buku – buku tebal, tapi minim tindakan. Inilah yang menjadi PR bersama bagi mahasiswa pada saat ini. Kalaupun ada yang peduli terhadap permasalahan bangsa pada saat ini, tidak jarang dari mahasiswa – mahasiswa tersebut yang ditunggangi oleh berbagai kekuatan partai politik. Sebagian besar mereka yang sering melakukan aksi di jalan – jalan adalah mereka yang memiliki chanel atau link – link ke partai politik tertentu. Dan tentunya agenda yang mereka bawa dalam aksi tersebut lebih sering merupakan agenda titipan dari partai politik tertentu.
Untuk itulah mahasiswa pada saat ini sedang mengalami sebuah tantangan jaman yang sangat berat. Tantangan ini dikatakan sangat berat karena ketika mereka hanya diam tanpa melakukan penyikapan terhadap problematika yang sedang dialami masyarakat, maka mereka akan dianggap sebagai pihak yang tidak tahu berterima kasih kepada negeri ini, karena hanya terkesan diam saja. Akan tetapi jika mereka bergerak, maka pada saat ini sudah sangat jarang sekali ada orang yang percaya terhadap murninya gerakan mahasiswa, karena seolah – olah sudah ada citra dalam masyarakat bahwa gerakan mahasiswa pada saat ini sudah banyak ditumpangi oleh oknum – oknum politisi tertentu.
Mahasiswa harus bisa menunjukkan kemampuannya dalam mengahadpi hal tersebut. Selain mengatasi hal tersebut, mahasiswa juga harus tetap memfokuskan konsentrasinya dalam memecahkan berbagai persoalan yang sedang dihadapi bangsa ini. Sudah saatnya mahasiswa menunjukkan kembali kejantanannya dan keindependenannya, agar dia benar – benar menjadi kalangan problem solver bagi masyarakat.
Salam Perubahan!!!!!!

Membaca Arah Legislatif Indonesia 5 Tahun Ke Depan

Proses pemilihan anggota legislative di negeri ini telah dilaksanakan beberapa bulan yang lalu. Meskipun menuai banyak kontroversi, namun akhirnya para anggota dewan yang baru pun dilantik. Meskipun pada saat ini banyak sekali pihak yang meragukan kinerja para anggota dewan periode 2009 – 2014. Alasan keraguan mereka, mungkin lebih didasarkan pada system pemilu yang diselenggarakan pada tahun ini, dimana lebih menekankan pada kompetisi perolehan suara. Sehingga untuk memenangkan kompetisi tersebut, seringkali seorang calon anggota dewan hanya lebih mengutamakan sisi popularitas semata. Maka mereka yang berada di gedung dewan pada saat ini adalah mereka yang mungkin dari sisi popularitas memang tidak diragukan, akan tetapi dari segi kompetensi masih menjadi pertanyaan bagi semua orang.
Dengan dasar inilah, banyak pihak yang memprediksikan bahwa kedepannya para anggota dewan tersebut tidak akan mampu bekerja optimal, karena ketimpangan komposisi ini. Selain itu, komposisi partai pendukung pemerintah di DPR juga menjadi partai yang mayoritas di gedung dewan itu. Sehingga, kebijakan – kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah pun akan semakin sedikit sekali dikritisi oleh DPR. Hal ini belum lagi jika ditambah dengan terpilihnya Marzuki Alie sebagai ketua DPR yang notabene berasal dari partai Demokrat. Meskipun ketua MPR, Taufik Kiemas pada saat ini berasal dari bukan partai pemenang pemilu, namun banyak pihak yang menyangsikan akan kekonsistenan sikap oposisi dari PDIP. Karena PDIP sendiri pun kedepannya akan diprediksikan akan masuk ke dalam lingkaran koalisi SBY.
Dari sinilah kekhawatiran – khawatiran tersebut mulai muncul. Sehingga bukan suatu hal yang tidak mungkin jika kedepannya DPR mampu ditundukkan oleh pemerintah serta hanya sekedar menjadi alat legitimasi dari berbagai kebijakan pemerintah, seperti halnya era orde baru. Jika pada era orde baru para anggota dewan minim sekali melakukan pengkoreksian terhadap kebijakan orde baru, lantaran tekanan pihak pemerintah terhadap mereka sangatlah kuat, namun pada saat ini DPR tidak dapat melakukan koreksi terhadap kebijakan pemerintah, lantaran kualitas yang sangat timpang diantara mereka sendiri, serta kecerdasan dari pemerintah dalam merangkul semua komponen yang selama ini menjadi pihak oposisi. Sehingga dengan cara ini pemerintah berharap dapat memangkas “lidah” dari anggota DPR agar tidak terlalu tajam dalam mengkritik.
Namun dari sinilah mahasiswa dapat memainkan peranannya secara optimal. Ketika tidak ada lagi kekuatan yang disegani oleh pemerintah, maka mahasiswa harus tampil mengemuka dengan ide dan gagasan – gagasannya dalam mengawal setiap kebijakan yang dikeluarkan di negeri ini. Mungkin kita hanya bisa berharap akan ada banyak sekali kekuatan penekan, termasuk DPR ( yang semoga saja tidak kehilangan kekritisannya ), agar kita bersama – sama dapat mengawal semua kebijakan negeri ini, sehingga negara ini dapat berjalan di rel yang benar dalam mengantarkan rakyatnya menuju masyarakat yang ber-keadilan dan ber- kesejahteraan.


Kamis, 10 September 2009

Dari Konflik RI - Malaysia Hingga Perubahan Pola Pikir Bangsa

Ramadhan memanglah sebuah bulan yang sangat indah. Bulan dimana setiap masing – masing dari kita belajar untuk saling mengasihi sesamanya, saling memaafkan sesamanya, saling menahan amarah, serta masih banyak lagi hal – hal positif lainnya yang dapat kita petik dari bulan Ramadhan nan suci ini.
Dalam bulan ini, alunan ayat suci Al – Qur’an dilantunkan tiap malamnya dengan sayup – sayup nan megah, di setiap masjid maupun surau – surau. Sungguh bulan yang luar biasa. Dalam bulan yang suci ini setiap anak adam berlomba meningkatkan amal kebaikannya, serta berusaha mengurangi perilaku – perilaku buruknya yang dapat mengurangi nilai ibadahnya. Memang bulan yang luar biasa.
Namun di bulan Ramadhan ini bukan berarti semua masalah akan selesai dengan sendirinya, baik permasalahan pribadi maupun permasalahan yang sedang mendera bangsa ini. Seperti yang kita ketahui bahwa, bangsa kita sempat digemparkan dengan retaknya hubungan negeri kita dengan negeri tetangga, Malaysia. Kali ini Malaysia kembali melakukan klaim atas sejumlah kekayaan Indonesia. Beberapa waktu yang lalu Malaysia melakukan klaim atas tari pendhet yang diklaim milik Indonesia. Tentu saja hal ini menimbulkan reaksi yang sangat keras. Mungkin aksi klaim Malaysia terhadap sesuatu yang menjadi milik Indonesia bukan kali ini saja. Misalnya beberapa tahun yang lalu Indonesia harus kehilangan pulau Sipadan dan Ligitan, lalu tahun lalu Indonesia dan Malaysia harus bersitegang lagi karena klaim Malaysia terhadap Reog Ponorogo.
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa pada saat ini permasalahan yang melanda bangsa ini amatlah banyak. Namun yang pada saat ini menarik perhatian kita pada saat ini adalah keretakan hubungan Negara kita dengan Malaysia seperti yang telah kita sebutkan diatas. Hal ini dikatakan menarik karena yang pertama menjadi konsumsi yang disajikan oleh media saat ini, lalu sebagian gerakan mahasiswa pun terlibat atau mungkin sengaja melibatkan diri dalam masalah ini, seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu, dimana banyak sekali aksi – aksi dukungan ganyang Malaysia yang dilontarkan teman – teman gerakan mahasiswa. Mahasiswa yang pasca reformasi belum menemukan musuh bersama, seolah – olah bangkit lagi dalam “mengganyang” musuh bersama. Atau apakah mereka hanya ingin menghidupkan kembali romantisme masa lalu seperti yang dilakukan oleh Soekarno dulu?
Namun biarlah semuanya terjadi begitu saja. Biarlah mereka yang berjuang menyampaikan aspirasinya berjalan dengan cara mereka. Mungkin tidak hanya menyampaikan aspirasinya dalam masalah hubungan Malaysia dengan Indonesia saja, akan tetapi berbagai permasalahan lainnya pula, seperti bagaimana agar anak – anak mereka dapat melanjutkan sekolahnya hingga ke jenjang lebih tinggi, atau bagaimana mereka dapat menyambung hidupnya hingga esok hari.
Mungkin sekarang yang menjadi tugas kita sebagai mahasiswa yang notabene sebagai “agent of change” adalah bagaimana kita turut memberikan solusi bagi permasalahan yang ada di bangsa ini. Tentunya kita tidak dapat terus – terusan berdiri di depan kedutaan besar Malaysia lalu memaki – maki Malaysia dan yang paling akhir adalah membakar bendera Malaysia. Namun setelah itu apa? Atau mungkin misalnya kita menuntut pemerintah untuk mensejahterakan masyarakatnya, menaikkan anggaran pendidikann dan lainnya dengan cara berdiri di depan kantor instansi yang terkait. Namun sekali lagi yang sering kita lupakan dalam masalah tersebut adalah langkah selanjutnya yang harus kita ambil apa? Mungkin isu – isu yang seperti itu hanya mampu berjalan kurang lebih 1 bulan saja, hal ini terjadi karena kita hanya mengetahui permasalahan tersebut ketika sudah mengemuka lalu “membalutnya dengan perban tanpa mengobatinya”.
Akankah kita terus seperti itu? Tentu saja selama ini kita miliki namun belum pernah kita rawat secara optimal.
Sekali lagi mungkin yang harus dirubah dalam diri kita adalah bagaimana kita mengelola perasaan, cara berpikir, lalu metoda kita dalam mengelola segala sesuatunya agar gagasan – gagasan yang kita sampaikan dapat diterima masyarakat serta tidak terkesan kosong atau hanya sekedar luapan kekesalan orang yang ada di pinggir jalan. Semoga di bulan Ramadhan yang suci ini kita bisa merubah diri kita menjadi pribadi – pribadi yang lebih baik, agar dapat tercapai kesuksesan – kesuksesan yang dapat terakumulasi dan terkelola dengan baik. Karena sukses sebuah bangsa adalah akumulasi dari sukses individu. tidak. Di bulan Ramadhan ini seharusnya bisa menjadi momentum kita dalam bermetamorfosis dari pola pemikiran – pemikiran yang seperti itu. Mungkin ada baiknya jika kita berterima kasih kepada Malaysia, karena telah membuat kita untuk ingat kepada kebudayaan serta hal – hal positif yang

Minggu, 30 Agustus 2009

Siapa Korban Isu Teroris Berikutnya?

Jakarta kembali dirundung masalah. Kali ini disebabkan oleh ledakan bom yang terjadi di Mega Kuningan. Aksi terror yang dilakukan pada tanggal 17 Juli 2009 yang lalu ini meledakkan dua hotel ternama di Jakarta, yaitu JW. Marriot dan Ritz Carlton. Tragedi ini benar – benar luar biasa dampaknya. Bahkan Manchester United yang akan tampil berlaga di Indonesia pun mengurungkan niatnya untuk melakukan Tour Asia nya di Indonesia.
Banyak spekulasi yang muncul terkait dengan tragedi ini. Spekulasi yang pertama adalah bahwa motif dari adanya kasus terror ini adalah terkait dengan hasil pilpres 2009 yang baru saja diselenggarakan oleh KPU. Terlebih hal ini diperkuat dengan pernyataan presiden SBY dalam jumpa pers nya yang pada intinya pernyataan SBY ini mengarah pada mereka yang tidak puas terkait hasil pilpres 2009. Misanya pada waktu itu terdapat pernyataan SBY yang menyatakan bahwa ada sekelompok orang yang akan melakukan pendudukan di kantor KPU apabila hasil pilpres diumumkan. Selain itu SBY juga menyebutkan bahwasannya Indonesia akan dijadikan seperti Iran oleh sekelompok orang, lalu dia juga menambahkan bahwa ada sekelompok orang yang menyatakan bahwa akan revolusi di Indonesia apabila SBY yang akan terpilih sebagai pemenang dalam pilpres 2009.
Dari beberapa pernyataan yang dikeluarkan oleh SBY tersebut, public seolah – olah diarahkan bahwa pelaku dari aksi terror kali ini adalah pihak – pihak yang tidak puas dengan hasil pilpres 2009. Namun semua dugaan tersebut keliru, ketika polisi mengumumkan bahwa pelaku peledakan kedua hotel tersebut masih dalam lingkungan Noordin M. Top.
Dari sini masyarakat kita kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa pelaku terror kali ini adalah berasal dari kalangan “Islam garis keras”. Dari sini pula umat Islam dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa sekali lagi mereka akan menghadapi berbagai perlakuan yang mungkin tidak seharusnya diperlakukan kepada mereka. Banyak sekali kecurigaan – kecurigaan kepada mereka hanya didasarkan pada “symbol – symbol” atau “atribut - atribut” yang mereka kenakan, misalnya jenggot panjang, celana diatas mata kaki, atau mungkin wanita yang berjilbab lebar dan bercadar, dan sebagainya. Padahal sebenarnya bagi umat Islam, bahwa hal – hal yang dikatakan sebagi “symbol” oleh sebagian kalangan tadi merupakan hal yang tidak mungkin dilepaskan dari kehidupan mereka, hal tersebut adalah sebuah ideology yang sangat melekat erat.
Dari sini sangat jelas sekali bahwa sebenarnya yang menjadi korban sejati adanya aksi terror bom ini adalah umat Islam. Mereka yang menjadi korban luka – luka pada saat peledakan bom terjadi mungkin tidak akan begitu mengalami penderitaan yang mendalam, karena sudah terlalu banyak orang atau pihak yang menaruh perhatian pada mereka. Namun umat Islam, sama sekali tidak ada orang yang memperhatikan seberapa dalam penderitaan yang dialami oleh umat Islam pasca aksi terror tersebut, terkait apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencurigainya serta mengganggu kehidupan pribadi mereka. Hal ini belum termasuk pemberitaan miring yang selalu dilakukan oleh media massa dalam memberitakan segala sesuatunya tentang umat Islam. Untuk itu dari sini dapat ditarik sebuah benang merah, bahwa sekali lagi yang menjadi korban yang paling dirugikan dalam aksi terror ini adalah umat Islam, bukan mereka yang berdasi di hotel tersebut, menikmati secangkir kopi ditemani para kolega, ataupun para supporter MU , tapi umat Islam.

Hilangnya Kearifan Lokal Masyarakat Pasca Teror Bom

Aksi terror bom pada beberapa hari yang lalu rupanya telah membawa beberapa dampak dalam kehidupan masyarakat kita. Pasca terjadinya aksi terror tersebut aparat keamanan kita memang seolah – olah tidak ingin kecolongan lagi, maka berbagai tindakan antisipatif pun banyak dilakukan. Mulai dari pemasangan pamphlet – pamphlet yang memampang wajah orang yang dianggap buronan, memasang iklan di televisi agar masyarakat waspada, hingga menangkap orang – orang yang dicurigai oleh pihak kepolisian.
Sekilas mungkin ini adalah sebuah tindakan yang wajar – wajar saja. Karena dalam rangka menciptakan keamanan serta stabilitas nasional memang diperlukan hal yang seperti ini. Akan tetapi apabila kita amati dan kaji ulang, maka tindakan – tindakan yang seperti ini seolah – olah mengingatkan pada peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965. Dimana pada saat itu situasi kemanan kita begitu mencekam.
Sebenarnya keadaan yang mencekam yang seperti ini justru diciptakan oleh Negara sebagai pelindung masyarakat. Dalam hal ini seharusnya dapat memberikan kenyamanan kepada masyarakatnya agar mereka dapat hidup dengan nyaman dan aman tanpa diskriminasi. Tempelan – tempelan poster yang dipasang oleh pihak kemanan justru akan menimbulkan suasana menjadi tidak nyaman. Selain itu hal yang seperti ini justru akan mencitrakan bahwa kondisi Negara sedang tidak aman, dan menunjukkan kegagalan dari kinerja aparat kepolisian kita karena tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Selain itu hal ini juga cenderung akan menimbulkan tindakan semnbrono dari pihak kepolisian, karena mereka seringkali melakukan salah penangkapan. Hanya bermodalkan sedikit kecurigaan, maka polisi berhak menangkap orang yang dicurigai tersebut tanpa melakukan pengamatan yang dalam terlebih dahulu.
Bahkan hal ini pun juga berdampak pada psikologis masyarakat. Masyarakat Indonesia yang dulu adalah sebuah masyarakat yang dikenal ramah tamah, kini berubah menjadi masyarakat yang saling mencurigai satu sama lainnya. Ketika melihat tetangganya yang cenderung pendiam, taat beribadah, serta terpelajar, maka masyarakat kita pun menaruh kecurigaan. Kecurigaan tersebut akan semakin hebat ketika orang tersebut berjenggot, berdahi jitam, memakai celana diatas mata kaki untuk laki – laki, dan berjilbab lebar serta bercadar untuk seorang wanita.
Apakah kondisi yang seperti ini memang sengaja diciptakan oleh orang – orang yang merekayasa ini semua? Tentu saja jawabannya adalah ya. Tapi tentunya kita tidak mengetahui siapakah yang merekayasa ini, apakah pihak asing yang tidak suka terhadap kemanan di negeri ini, atau justru orang – orang yang sangat diuntungkan ketika negeri ini tidak aman, karena mereka mendapatkan pekerjaan.
Mungkin dari sini kita bisa sedikit menarik sebuah intisari, bahwa seharusnya hal – hal yang seperti ini tidak perlu terjadi di dalam masyarakat. Karena tentu saja dalam hal ini masyarakat kitalah yang paling dirugikan oleh situasi yang seperti ini. Budaya – budaya kearifan local mereka dalam suasana kehidupan yang guyub rukun harus diganti dengan sifat saling mencurigai satu sama lain. Terlebih lagi yang mereka curigai adalah mereka yang mungkin dianggap memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, serta mereka yang dianggap taat dalam menjalan kehidupan agamanya. Seharusnya pihak aparat kemanan mampu menciptakan suasana yang kondusif bagi masyarakat, bukan malah sebaliknya mereka menimbulkan suasana yang mencekam dengan memperbanyak foto – foto orang yang dianggap sebagai teroris. Apabila hal ini dilanjutkan, maka dapat dikatakan bahwa Negara ini telah gagal dalam menciptakan suasana aman dan nyaman yang diidam – idamkan oleh masyarakatnya. Terlebih lagi dalam menciptakan suasana kemanan yang tanpa sikap diskriminatif kepada golongan apapun, tanpa membeda – bedakan berdasarkan latar belakang tertentu baik suku, agama, maupun ras.

Senin, 27 Juli 2009

Perlunya Parlemen Bayangan Untuk Pendamping DPR RI

Hasil pemilu legislatif yang telah diselenggarakan KPU beberapa waktu yang lalu, rupanya menghasilkan beberapa hasil yang cukup kontroversial. Selain permasalahan DPT yang masih belum beres dan penuh ketidak jelasan, masalah para anggota dewan yang terpilih pun juga turut menjadi masalah baru bagi bangsa ini kedepannya.
Berbicara menngenai pata anggota dewan yang terpilih, memang cukup menarik untuk dibahas. Hal ini disebabkan karena para anggota dewan yang terpilih tersebut memang sedikit diragukan kemampuannya. Banyak sekali pakar politik yang menyatakan keraguan mereka terhadap para anggota dewan yang terpilih pada pemilu tahun ini. Para anggota dewan yang terpilih pada saat ini hanya memiliki kelebihan dari segi popularitas dan kemampuan financial saja. Hal ini mungkin disebabkan karena partai – partai politik yang menjadi pengusung mereka hanya mengutamakan cara – cara instan saja yang dapat mendongkrak perolehan suara partai. Partai – partai politik pada saat ini lebih tertarik untuk memasang orang – orang yang memiliki popularitas dan financial yang tinggi daripada mereka yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang tinggi. Tidak banyak kader – kader asli dari partai politik yang lolos ke senayan. Atau mungkin, sangat sedikit sekali partai politik yang berani mengaklaim bahwa dirinya adalah partai kader. Mungkin hanya satu atau dua partai politik saja.
Dari sinilah kekhawatiran itu muncul. Apabila orang – orang yang akan duduk menjadi anggota dewan tersebut adalah orang – orang yang kurang berkualitas, maka bagaimana mungkin mereka akan menghasilkan produk – produk hukum yang berkualitas pula. Tentu saja, apabila seleksinya saja tidak terlalu berkualitas, maka jangan harap akan menghasilkan sebuah produk yang berkualitas. Terlebih lagi pada saat ini banyak sekali artis atau selebritis bahkan pelawak yang lolos menjadi anggota dewan. Lalu bagaimana mereka bisa berkonsentrasi memikirkan nasib rakyat, menghasilkan sebuah produk hukum yang berkualitas, jika waktu mereka harus terbagi dengan profesi mereka yang sebenarnya sebagai seorang selebritis. Tenaga mereka mungkin tidak terlalu optimal dalam bekerja sebagai anggota dewan sehingga dalam membuat undang – undang pun akan tergesa – gesa, dengan bepedoman”asalkan undang – undangnya cepat selesai saja”.
Selain itu, politik dynasty pun seolah – olah menjadi sebuah hal yang sangat sulit untuk dihilangkan dalam tradisi perpolitikan di negeri ini. Seperti putra SBY, Edi Baskoro yang mencalonkan diri sebagai anggota dewan dari partai Demokrat. Lalu ada Puan Maharani dari PDIP, Mumtaz Rais PAN, serta masih banyak lagi para putra – putri petinggi parpol yang turut meramaikan panggung perpolitikan nasional. Lalu tidak sedikit pula para calon anggota dewan yang lolos ke senayan sebagai anggota dewan yang masih tersangkut dalam kasus hukum, seperti anggota dewan dari PAN, Abdul Hadi Jamal.
Ketika melihat berbagai masalah yang menyelimuti gedung dewan tersebut, maka sudah selayaknya pula kita melakukan pengawalan terhadap setiap kebijakan dan orang – orang yang ada di gedung dewan tersebut. Dan tugas ini sudah selayaknya jika dilakukan oleh para mahasiswa. Hal ini perlu dilakukan oleh mahasiswa karena pada saat ini memang mahasiswa seolah – olah kehilangan peranan penting mereka dalam setiap kebijakan yang menentukan kemana arah selanjutnya bangsa ini akan melangkah. Sehingga dunia mahasiswa perlu menunjukkan kembali peranannya yang sangat vital tersebut. Dalam hal ini mahasiswa perlu melakukan pengkajian ulang cara – cara dan strategi mereka dalam turut mempengaruhi berbagai kebijakan yang ada di negeri ini. Karena cara – cara mahasiswa pada saat ini memang terkesan agak konvensional, yaitu lebih banyak menyalurkan aspirasi mereka lewat jalur aksi.
Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh mahasiswa dalam mengawal setiap kebijakan yang ada di gedung dewan adalah dengan cara membentuk sebuah parlemen bayangan, yang hampir segala sesuatunya menyerupai yang ada di DPR RI sesungguhnya. Keanggotaan dari lembaga ini mungkin bisa terdiri dari berbagai Lembaga Legislatif Mahasiswa yang ada di Indonesia, atau mungkin bisa dikerucutkan pada kampus – kampus yang menggabungkan diri dalam Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia ( FL2MI ), yang tentunya harus ada kriteria tertentu untuk masuk dalam lembaga ini, karena tentunya lembaga ini membutuhkan orang – orang yang berkompeten dan berkualitas. Fungsi dari parlemen bayangan ini adalah sementara hanyalah bersikap reaktif saja. Bersikap reaktif maksudnya adalah bahwa sementara lembaga ini hanyalah untuk memberikan draft rancangan Undang – Undang kepada DPR RI. Harapannya adalah dengan adanya draft yang dibuat oleh parlemen bayangan ini agar DPR lebih memiliki banyak pilihan dalam membuat kebijakan, sehingga hasilnya diharapkan dapat lebih matang.
Dari sudut pandang mahasiswa sendiri, parlemen bayangan ini mempunyai dampak yang sangat positif. Peranan mahasiswa dalam mengawal setiap kebijakan yang ada di negeri ini tentu akan dipertimbangkan kembali. Karena seperti apa yang telah kita sebutkan diatas bahwa ini akan menjadi alternatif baru bagi mahasiswa dalam menyampaikan ide – ide segar, cerdas, kritis, konstruktif yang dimilikinya.
Namun tentu saja, parlemen bayangan ini juga masih memiliki beberapa catatan harus diperhatikan. Misalnya dalam aplikasinya nanti, setiap mahasiswa yang akan masuk menjadi anggota dewan di parlemen bayangan ini harus bisa melepaskan setiap atribut – atribut yang ada di belakangnya. Tidak boleh lagi ada rasa primordialisme atau rivalitas organisasi diantara mereka yang akan masuk kedalam lembaga ini. Lembaga ini harus benar – benar bersih dari kepentingan politik manapun. Setiap gagasan atau ide – ide yang muncul harus benar – benar atasi inisiatif para mahasiswa yang berdasarkan persoalan yang sedang dialami masyarakat dan bangsa ini.
Jadi dari adanya parlemen bayangan ini adalah agar bervariatifnya pilihan kebijakan yang bisa diambil oleh para policy maker yang ada di negeri ini. Selain itu juga untuk memberikan pembelajaran politik kepada berbagai pihak kepada semua lapisan bangsa, bahwa seharusnya dalam menentukan setiap kebijakan yang akan diterapkan untuk negeri ini harus benar – benar didasari oleh pertimbangan yang sangat matang, orang – orang yang berkompeten serta lepas dari kepentingan politik manapun.

Jumat, 24 Juli 2009

Revitalisasi DLM UNAIR: Harapan Itu Kian Dekat

Tanggal 15 Agustus tahun 2009 mendatang adalah sebuah momen yang sangat penting bagi segenap civitas akademika UNAIR. Terutama bagi mereka yang aktif dalam organisasi mahasiswa UNAIR. Lebih khusus lagi bagi mereka yang menempati kursi sebagai anggota dewan – nya mahasiswa UNAIR ( baca: DLM )
Tanggal tersebut menjadi penting, karena pada tanggal tersebut akan diadakan Musyawarah Mahasiswa Universitas Airlangga ( MUSMA UNAIR ). Dalam Musma tersebut akan dibahas mengenai rencana perubahan struktur organisasi kemahasiswaan yang ada di Unair. Perubahan struktur ini memang sudah lama menjadi sebuah wacana publik. Dimana pemegang tanggung jawab untuk tingkatan mahasiswa hanya dipegang oleh satu instansi mahasiswa saja. Hal ini tentu saja berbeda dengan struktur organisasi kemahasiswaan yang ada sekarang. Pada saat ini pemegang tanggung jawab pada organisasi mahasiswa di tingkatan universitas, yaitu, BEM UNAIR, DLM UNAIR, serta UKM UNAIR yang terdiri dari 30 UKM. Lalu pada tingkat fakultas masih terdapat BSO ( Badan Semi Otonom ) dan HIMAPRODI ( Himpunan Mahasiswa Program Studi ) yang jumlahnya masing – masing fakultas berbeda – beda.
Dari sini mungkin kita bisa memahami bahwa struktur ormawa yang ada di UNAIR memang terkesan “tidak rapi”. Hal ini tentu saja kurang bagus jika diperhatikan beberapa aspek. Misalnya, dari segi fungsi mereka, akan banyak sekali ormawa yang ada di UNAIR yang akan saling bertabrakan fungsinya, sehingga dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan menjadi kurang terkoordinasi satu sama lain. Dalam hal ini jika ada dua ormawa yang akan mengadakan kegiatan yang sama di waktu yang sama, maka hal ini tentulah bukan sesuatu yang baik. Terlebih jika yang berbenturan tersebut adalah antara kegiatan BEM Fakultas dengan UKM. Dalam hal ini tentu saja yang akan sulit mencari massa atau peserta dalam sebuah kegiatan adalah UKM, karena sudah pasti bahwa fakultas memiliki basis massa yang jauh lebih banyak, karena BEM Fakultas lah yang berhadapan dengan mahasiswa yang berada pada tingkatan fakultas, sehingga mahasiswa akan lebih memilih untuk mengikuti sebuah kegiatan yang aksesnya lebih mudah mereka jangkau.
Dalam hal ini mungkin kita perlu memberikan apresiasi kepada BEM UNAIR, karena mereka berani menghilangkan departemen Agama dan departemen Minat Bakat dari struktur kepengurusan mereka, walaupun dengan berat hati bahwa sebenarnya mereka tidak ingin melakukan itu. Hal ini mereka lakukan karena BEM UNAIR mereka ingin mengawali terciptanya iklim sinergisitas dari ormawa yang ada di UNAIR. Dengan adanya pola sinergisitas yang mulai diawali oleh BEM UNAIR, harapannya UKM – UKM yang ada di UNAIR dapat lebih eksis dan lebih bertahan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pada saat ini kondisi UKM – UKM yang ada di UNAIR memang cenderung tidak stabil. Baik dari segi kuantitas anggota, maupun produktivitas dalam menghasilkan kegiatan. Mungkin hal ini seperti tidak hanya dialami oleh UKM saja, namun juga berbagai ormawa UNAIR yang lainnya.
Selain itu apabila dilihat dari segi ke DLM an nya sendiri, maka sebenarnya perubahan SUUSDUK ORMAWA UNAIR juga akan mengembalikan fungsi dari DLM UNAIR itu sendiri, yang memang selama ini fungsinya berjalan tidak terlalu optimal. Misalnya, ketika BEM UNAIR dalam melakukan interaksinya dengan BEM Fakultas, terjadi kesalah pahaman atau bahkan misalnya, terjadi kesalahan yang dilakukan oleh BEM UNAIR, maka dalam hal ini DLM UNAIR bisa melakukan fungsinya sebagai controlling dari BEM UNAIR. Misalnya dengan mengirimkan Surat Pemanggilan1 atau Surat Pemanggilan2, atau bahkan memberhentikan presiden BEM UNAIR. Hal ini sangat mungkin mengingat fungsi ini memang sangat melekat pada DLM UNAIR.
Jadi dengan adanya perubahan pada struktur ormawa UNAIR yang baru ini, maka sebenarnya banyak sekali hal – hal positif yang justru akan sangat bermanfaat sekali bagi ormawa yang ada di UNAIR itu sendiri. Ormawa yang ada di UNAIR justru akan memiliki bargaining posisi yang jauh lebih kuat, jika perubahan ini diterapkan. Walaupun memang masih terdapat kekhawatiran jika perubahan ini diterapkan, maka alur birokrasi untuk mengadakan kegiatan baik dari fakultas maupun dari UKM akan menjadi jauh lebih rumit, karena harus melalui BEM UNAIR. Namun perlu kita ketahui bahwa hal – hal yang diatur agar memiliki instruksi dengan BEM UNAIR hanyalah kegiatan – kegiatan yang sifatnya non keprofesian dan fakultas itu sendiri atau yang bersifat umum, dan bersifat eksternal keluar. Mungkin yang menjadi inti dari adanya perubahan struktur ormawa yang ada di UNAIR ini adalah untuk membuat ormawa – ormawa yang ada di UNAIR itu sendiri lebih mempunyai rasa saling memiliki antar satu ormawa dengan ormawa yang lain. Tidak ada lagi rivalitas antar ormawa ataupun egosentris antar ormawa yang bisa menciptakan “primordialisme ormawa”.

Sabtu, 27 Juni 2009

Kontrak Politik: Pintu Lain Berkampanye

Pemilu presiden 2009 tinggal beberapa hari saja. Perang taktik dan strategi para capres – cawapres pun semakin gencar menjadi tontonan publik. Mulai dari baliho dan spanduk yang bertebaran di pinggir jalan, memasang iklan di televisi yang memakan biaya miliyaran rupiah, mendatangi para konstituen mereka, hingga melakukan kontrak politik dengan pihak – pihak tertentu.
Mungkin yang paling menarik untuk kita cermati dalam metode kampanye di periode ini adalah adanya kontrak politik. Pada saat ini kontrak politik memang menjadi sebuah alternatif baru bagi para kandidat capres – cawapres ( mungkin tidak hanya capres – cawapres saja, tapi semua pihak yang akan menjadi kontestan dalam sebuah pemilihan umum ) yang akan turut meramaikan “pesta demokrasi” yang ada di negeri ini.
Kita anggap menarik, karena dalam metode kampanye yang satu ini para calon pemimpin yang bertarung dalam pemilu tergolong sangat berani. Dapat dikatakan berani karena mereka berani berhadapan langsung dengan orang – orang yang mengajukan kesepakatan dalam kontrak politik tersebut. Asumsi dasar kita adalah mereka yang berani mengajukan kontrak politik kepada capres – cawapres tersebut adalah orang – orang yang memiliki tingkat pendidikan, kekritisan, serta keberanian diatas rata – rata. Hal ini sangat berbeda sekali ketika seorang capres menokohkan dirinya melalui iklan – iklan di televisi yang hanya sambil lalu saja masuk dalam lintasan mata kita. Atau ketika seorang calon kandidat presiden memasang foto dan juga jargonnya di spanduk atau baliho yang ada di pinggir jalan, maka masyarakat hanya akan memandang secepat apa dia berjalan diatas kakinya atau diatas kendaraannya, atau bahkan mungkin mereka tidak memperhatikan sama sekali karena kondisi jalanan yang tidak memungkinkan mereka untuk memandangnya, karena khawatir akan terjadi kecelakaan.
Namun yang seringkali cukup mengganggu dalam pikiran kita adalah sebenarnya seberapa kuatkah kontrak politik tersebut. Apakah dia memiliki daya ikat yang sangat kuat, sehingga apabila kontrak politik tersebut dilanggar, maka harus ada konsekuensi yang konkret bagi mereka yang tidak menjalankan isi dari kontrak politik tersebut. Misalnya ada seorang calon presiden yang menandatangai sebuah kontrak politik, lalu sanksi apakah yang akan didapat oleh sang calon presiden tersebut jika kontrak politik tersebut dilanggarnya? Kita belum pernah melihat adanya sebuah konsekuensi yang konkret apabila kontrak politik yang telah disepakati tersebut tiba – tiba saja tidak dijalankan. Misalnya apabila kontrak tersebut dilanggar, maka konsekuensi yang harus dilakukan oleh seorang capres – cawapres terpilih tadi adalah mundur dari jabatannya. Semua hanya masih dalam tataran lip service saja. Mungkin dasar inilah yang melandasi mereka berani menandatangi kontrak politik dengan masyarakat, karena belum adanya sanksi yang jelas.
Selain itu, mungkin satu hal yang sering mengganggu nalar kita adalah, apakah orang – orang yang mengajukan kontrak politik tersebut benar – benar akan mendukung sang calon pemimpin tersebut? Apakah ada yang menjamin bahwa dia juga tidak akan mengajukan kontrak politik yang sama kepada calon yang lain?
Terlepas dari berbagai hal diatas, satu hal yang dapat kita harapkan adalah semoga saja kontrak politik ini dapat menjadi salah satu media alternatif kampanye yang banyak dilirik oleh berbagai pihak yang mengajukan dirinya menjadi seorang pemimpin kedepannya. Sehingga kedepannya metode – metode kampanye bagi para calon pemimpin kita tidak lagi bersandar pada metode – metode kampanye yang sifatnya konvensional dan menghamburkan banyak biaya, seperti menampilkan musik dangdut, baliho, spanduk, memasang iklan di media cetak maupun elektronik. Dan tentu saja hal ini juga akan menjadi pendidikan politik bagi masyarakat dan para calon pemimpin, karena akan merintis terjadinya komunikasi dua arah yang sifatnya partisipatif antara calon pemilih dengan calon yang akan mereka pilih.

Kamis, 25 Juni 2009

Renungan Ketua DLM UNAIR

Quo Vadis Lembaga Legislatif Mahasiswa
( *Januar Adi S )

Selama ini yang selalu ada di dalam pikiran kita ketika disebutkan kata – kata tentang organisasi mahasiswa, maka yang akan selalu muncul dalam benak kita adalah BEM ( Badan Eksekutif Mahasiswa ), Ormek ( HMI, GMNI, PMII, LMND, KAMMI, dan lain sebagainya ), atau bahkan Himpunan Mahasiswa Jurusan. Jarang sekali muncul dalam benak pikiran kita, terlintas kata Legislatif Mahasiswa.
Memang selama ini lembaga legislatif mahasiswa selalu dipandang sebelah mata oleh sebagian mahasiswa kita. Bahkan sebagian kalangan aktivis mahasiswa pun jarang sekali ada yang melirik keberadaan lembaga ini. Mahasiswa kita lebih cenderung untuk tertarik mendaftar sebagai anggota BEM atau HIMAJUR ( Himpunan Mahasiswa Jurusan ).
Memang bukan salah para mahasiswa itu juga ketika mereka kurang memandang adanya manfaat dari lembaga yang satu ini. Minimnya peran yang selama ini ditunjukkan oleh lembaga ini membuat mahasiswa kurang memperhitungkan adanya lembaga ini. Selama ini lembaga legislatif mahasiswa di beberapa kampus memang seolah – olah tidak mempunya format yang pakem kemana arah gerak mereka. Mereka ingin bertindak sebagaimana legislator semestinya, namun minim wilayah untuk mengkontrol wilayah kerja eksekutif mahasiswa. Dikatakan minim wilayah karena selama ini di sebagian besar kampus di Indonesia, legislatif mahasiswa memang tidak diberikan wilayah yang luas dalam menjalankan fungsinya. Salah satu contohnya adalah seharusnya legislatif mahasiswa diberikan fungsi budgeting. Namun hingga kini, fungsi tersebut hanyalah seolah menjadi ilusi bagi lembaga ini. Karena apabila fungsi ini benar – benar bisa dipegang oleh lembaga ini, maka kita bisa bayangkan dampak yang akan terjadi. Otomatis lembaga legislatif mahasiswa akan menemukan taringnya kembali dalam mengawasi kebijakan yang dilakukan oleh eksekutif mahasiswa.
Selain itu, seringkali lembaga legislatif mahasiswa juga sering bertabrakan fungsinya dengan BEM, dalam hal pewadahan aspirasi dan advokasi mahasiswa, misalnya. Dalam berbagai kesempatan seringkali kita jumpai banyaknya proker – proker yang seharusnya menjadi wilayah legislatif, tiba – tiba saja menjadi wilayah eksekutif. Hal ini terjadi karena pada hakikatnya dua – duanya bukanlah pemegang kekuasaan yang mutlak dalam menentukan kebijakan. Dalam hal ini yang menjadi pemegang kekuasaan mutlak dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan dunia kampus dan mahasiswa adalah rektorat. Jadi dua lembaga ini berlomba - lomba dalam menunjukkan peranannya dihadapan mahasiswa agar dipandang sebagai organisasi yang benar – benar bisa mewadahi dan menyalurkan aspirasi mahasiswa.
Lalu dalam hal yang paling mendasar dari fungsi legislatif itu sendiri, yaitu legislasi. Seringkali produk – produk hukum yang dibuat oleh lembaga legislatif mahasiswa ini bersifat “mandul”. Hal ini terjadi karena tidak adanya kekuatan yang dimiliki oleh sebuah lemabaga legislatif mahasiswa. Pernakah kita berpikir, hal apa yang bisa dilakukan oleh sebuah lembaga legislatif mahasiswa apabila produk – produk hukum yang dibuatnya semisal undang – undang tiba – tiba saja tidak dipatuhi oleh BEM? Tidak ada sama sekali!!!
Lalu permasalahan yang paling krusial yang dialami oleh lembaga ini adalah kapasitas yang minim dari para anggotanya tentang legislatif itu sendiri. Seringkali para anggota lembaga legislatif mahasiswa ini merasa tidak tahu apa yang harus dilakukannya ketika mereka berada di dalam lembaga tersebut. Akibatnya mereka merasa inferior ketika harus berhadapan dengan BEM dalam berbagai kesempatan. Dan akhirnya merekalah yang menyesuaikan diri dengan aktifitas BEM bukan dengan lembaga legislatif itu sendiri, sehingga tidak jarang apabila kita jumpai banyak sekali lembaga legislatif mahasiswa yang seolah – olah ingin menjadi BEM. Banyak sekali proker – proker dan kegiatan – kegiatan dari lembaga legislatif mahasiswa tersebut yang mencontoh ataupun menyerupai dari proker – proker ataupun kegiatan – kegiatan dari BEM.
Selain itu dalam tataran nasional, seringkali pihak dari kalangan mahasiswa yang menyampaikan pendapat atau sikapnya tentang suatu permasalahan tertentu adalah pihak BEM atau Ormek. Belum pernah terdengar sama sekali ada sebuah lemabaga legislatif mahasiswa di Indonesia yang turut serta dalam menyampaikan sikap, pandangan, gagasan, serta ide – idenya mengenai suatu permasalahan yang sedang dialami oleh bangsa ini. Walaupun pada saat ini pun sudah terdapat sebuah forum yang mewadahi lemabaga legislatif mahasiswa se – Indonesia, yaitu FL2MI ( Forum Lembaga Legislatif Mahasiwa Indonesia ), namun forum tersebut pun masih minim sekali peranannya.
Maka dari itu, sudah saatnya bagi lembaga legislatif mahasiswa untuk menunjukkan fungsinya sebagaimana mestinya. Sudah waktunya untuk melakukan revitalisasi bagi lembaga yang satu ini. Lembaga ini harus benar – benar menunjukkan bahwa fungsinya sangatlah penting bagi dunia mahasiswa maupun bagi bangsa ini. Lembaga legislatif mahasiswa harus benar – benar bisa memberikan kontribusi yang konkrit, sehingga dengan sendirinya peranannya akan diperhitungkan oleh mahasiswa dan masyarakat.





*) Ketua DLM UNAIR
Korwil Regional 3 FL2MI

About

Planet Blog

PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia

Indonesian Blogger