Pages

Kamis, 24 November 2016

Aksi 2 Desember…Ayo Makar(yo)



Belakangan beberapa sosial media punyaku lagi rame bahas rencana demo tanggal 2 Desember nanti. Mulai dari FB, Twitter, Instagram. Bahkan, beberapa grup WA juga rame ikutan bahas rencana demo itu sih.
Isinya sih pembelaan dari masing-masing pihak. Baik yang pro ato yang kontra.

 Klo yang pro demo sih bilangnya untuk menyuarakan aspirasi, dan sebagai bentuk dukungan kepada polisi supaya segera nangkep Ahok yang dianggap lancang, dan menistakan agama Islam. Nah, klo yang kontra katanya tuh demo ngancam kebhinekaan di Indonesia. Soalnya yang demo sebagian besar tuh Umat Islam, walaupun dari berbagai daerah di Indonesia, jadi yang lain ngerasa eksistensinya bakalan terancam. Terus, mereka khawatir tuh demo diarahin buat nggagalin Ahok maju Pilkada DKI Jakarta, ama ngejatuhin Presiden Jokowi.

Buat mereka yang mau demo, mereka bilangnya bukan demo, cuman salat Jumat di beberapa ruas jalan yang ada di Jakarta. Nah, bagi yang kontra bilang, siap mengerahkan pasukan buat menghadang mereka yang mau salat Jumat di jalan. Pasukannya pun juga beragam, bahkan sampai ada yang pasukan partikelir, tapi pengen jadi kayak tentara gitu, pakai baju doreng, klo gak salah namanya Banter. Iya paling Banter (Bahasa Jawa, artinya cepat), klo disuruh berantem sesama rakyat sendiri ha ha ha…



https://img.okezone.com/content/2016/11/02/18/1531426/demo-4-november-di-jakarta-jadi-sorotan-media-asing-LnIyeICsqy.jpg
 



Terus ada lagi ormas yang ngakunya paling gede sejagat raya, yang sampai keluarin fatwa, klo salat Jumat di jalan itu gak boleh. Nah sampai segitunya….knp tiba2 muncul fatwa itu bos? Apa dananya baru cair, makanya fatwanya baru keluar?
Ahhhh…sampai segitunya ya?
Tapi entahlah, namanya  politik, ama kebutuhan perut itu emang teman dekat. Makanya gak usah dipersoalin lagi deh.
Kalo aku yg penting bisa ngopi, ama tidur pules aja udah cukup. Ngapain mikir demo2 kayak gitu. Yang mau demo ya monggo, namanya juga orang mau nyampein aspirasinya, masak mau dilarang? Katanya negara menjamin warganya menyampaikan pendapat. Apalagi klo demonya pakai salat Jumat, kan jadi adem men. 

Mengenai katanya ganggu lalu lintas, ah itu sih bisa diakalin pake reyasa lalu lintas. Simple toh?
Terus buat yang nolak ya silakan. Mereka juga punya hak buat ngomong, tapi tetep ndak boleh ngelarang orang lain sih he he…

Jadi sebenarnya persoalan ini simple banget. Intinya sih semuanya saling menghormati, dan gak perlu ada yang ngelarang2. Aku yakin, demonya juga gak bakal sampai ada makar….klo itu sih kejauhan gan. Orang mau salat Jumat kok dituduh makar. Daripada makar, ya mending makaryo atau kerja.
Uda dulu ya guys….ini uda dipanggil istri. Maklum dia lagi hamil, jadi harus kasih perhatian lebih, dan gak boleh nulis kenceng2 katanya, pamali…xixixixi

Minggu, 21 Agustus 2016

Rokok

Matahari senja di Surabaya masih memberikan rasa terik, tatkala Sugiono menghentikan pekerjaannya. Sore itu pekerjaannya untuk mengaspal jalan memang selesai.

Meskipun telah selesai bekerja, tapi Sugiono tak ingin cepat-cepat kembali ke mess tempat biasanya dia tinggal. Dia ingin istirahat sejenak di bawah pohon keres yang ada di sekitar tempat itu, sembari mengeringkan keringatnya yang kata istrinya mirip bau tomat busuk di Pasar Wonokromo.

Saat melepas lelah seperti itulah, merupakan waktu paling nikmat bagi Sugiono. Sebab, dia bisa menikmati batang terakhir rokok Gudang Garam Surya miliknya. Rokok, itu dibelinya dari warung Cak Waras, yang tak jauh dari proyek tempatnya mengerjakan jalan tersebut.

Kepulan asap putih mulai keluar dari mulutnya. Biasanya, pikirannya begitu tenang, dan melayang saat menikmati lintingan candu itu. Namun kali ini ketenangan itu tak juga muncul.
Kepala Sugiono dipenuhi dengan berbagai masalah. Mulai dari rengekan istrinya yang ingin kontrakan baru, karena sudah 6 bulan telat membayar kontrakan rumah lama. Lalu, biaya sekolah ketiga anaknya yang semakin membuatnya pusing.

Namun, yang paling memusingkannya adalah harga rokok yang bakal naik. Kenaikannya pun dianggan Sugiono, dan kawan-kawan perokok lainnya tak tanggung-tanggung, sampai Rp 50 ribu setiap bungkusnya.
Jelas itu merupakan masalah yang besar bagi Sugiono. Bahkan, paling besar dibandingkan semua masalah yang dihadapinya selama ini, termasuk untuk membiayai sekolah anaknya yang sering menunggak pembayarannya.

Baginya kenaikan harga rokok adalah sebuah masalah besar, bahkan jika kenaikan itu hanya mencapai Rp 200 rupiah per batangnya, karena penghasilannya memang pas-pasan. Suatu ketika aku pernah menanyainya, kenapa dia tak berhenti merokok saja.

“Tidak bisa, merokok itu kebutuhan pokok. Merokok itu tidak ada bedanya dengan makan nasi. Bahkan, lebih baik tidak makan asalkan bisa merokok,”jawabnya saat itu sambil mengepulkan asap putih dari rokok filternya itu.

Kali ini dia juga menceritakan banyak soal keresahannya itu. Menurutnya, pemerintah itu tak peduli soal rakyat kecil yang telah memilihnya dulu.

“Bayangkan, berapa banyak pekerja pabrik rokok yang akan kena PHK kalau harga rokok dinaikkan? Jelas itu akan bikin ekonomi jadi seret, karena bakalan banyak pengangguran,”ujarnya sambil menarik rokok dari mulutnya.

Sugiono tak bisa menyembunyikan kekecewaan pada pemerintah yang telah dipilihnya pada pemilu lalu. Sugiono menganggap, pemerintah terlalu suka mempermainkan nasib rakyat kecil.

“Yang memilih dia kalau boleh ditanya itu sebagian besar pasti perokok, lagipula kalau merokok itu merusak kesehatan, kenapa tidak sekalian saja ditutup pabriknya?”kata Sugiono.

Mendengar perkataan itu, aku hanya mengiyakan pasrah. Sebab, aku juga tidak tahu dia mendapat data dari mana. Aku menduga, dia hanya mendengarkan ocehan politisi yang konstituennya sebagian besar perokok, dan juga berita di harian pagi yang di halaman muka, bagian bawahnya terdapat iklan rokok asal Surabaya sebesar seperempat halaman.

Dia juga melanjutkan, kalau dalih untuk menjaga kesehatan dengan tidak merokok itu omong kosong. “Orang yang tidak merokok itu bisa mati. Jadi merokok mati, tidak merokok juga mati, ya sekalian saja merokok,”lanjutnya.

Sayang, perbincanganku dengan Sugiono tak bisa terlalu lama, padahal aku sedang menikmatinya. Aku harus segera membersihkan diri, karena waktu salat ashar sudah mau habis. Tapi saat pamit, aku masih sempat menyodorkan bungkus rokok milikku, dan mempersilakan Sugiono mengambilnya.
“Ini ambil, dan kalau perlu ambil dua batang, supaya kau bisa nikmati rokoknya bareng anakmu yang mau masuk SMP itu,”ucapku.


“Ah gendeng awakmu (gila kamu), masak anakku tak suruh ngerokok? Bisa rusak dia,”jawabnya.  


Foto: http://rokokindonesia.com/wp-content/uploads/2016/02/Orang-Merokok.jpg

Minggu, 22 Mei 2016

HUT Surabaya, Anda Keluar Rumah, Uang, Hore2, Lalu Lelah



Tahun ini, HUT Surabaya jatuh pada tanggal 31 Mei. Ya sama sih kayak tahun-tahun sebelumnya. Gak ada bedanya. 

Bagi Arek Suroboyo nyel ato asli, pasti bakalan hafal ulang tahun Surabaya kayak gimana. Pasti bakalan ada parade bunga, konser musik, festival kuliner dan sebagainya. Intine sih bakalan sama.
Tapi anehnya, dengan berbagai acara yang hampir sama setiap tahunnya (kalaupun ada perubahan mungkin hanya sedikit), peminat dari itu acara banyak banget. Yang dateng mesti mbludak. 

Mungkin klo pake boso Suroboyoan, kira2 bakalan bilang gini,”Iku sing teko nontok nang acara ngunu iku Arek Suroboyo ta? Kok ndeso yo?”.
 
Tau artinya? Klo ndak tahu oke aku terjemahin deh. Kira2 artinya gini,”Itu yang datang menonton di acara kayak gitu Arek Suroboyo ya? Kok kayak orang ndeso?”. 

Buat yang dari desa piss, asli aku minta maaf banget. Tulisan ini bukan buat ngehina kalian kok. Cuman buat nyindir kelas menengah yang haus akan hiburan, padahal acaranya ya sama, gitu2 aja. 

Aku sendiri males banget datang ke acara macam gitu. Tapi pernah sih sekali, pas ada Pasar Malam Tjap Toendjoengan di East Coast. 

Sebenere males banget buat berangkat ke sana, tapi berhubung ada yang ngajakin (cieee…yang ngajakin kamu lho, kamu….iya kamu…kamu..kamunya aku), akhirnya ya berangkat deh. 

Pas uda nyampe di sana, bener deh rasa malesnya makin bertambah, soalnya yang datang banyak banget.Pokoke naudzubillah deh.  Padahal di sana lebih kayak pasar malem buat kuliner plus ada penampilan band keroncong. 

Yang bikin sebel lagi, tuh orang2 egonya tinggi banget gan. Setiap mau duduk di bangku yang kosong, selalu dibilang klo tuh bangku uda ada yang nempatin. Padahal ya masih kosong. Akhirnya, niat awal yang pengennya nikmatin malam minggu sambil wisata kuliner di tempat itu batal. 

nih suasana di Pasar Malam Tjap Toendjoengan


Tapi harus diakui, antusias orang zaman sekarang klo liat tempat nongkrong, ada makanannya, plus gratis, dan bisa buat foto2an, langsung deh pasti ke sana. 

Tuh orang2 kelas menengah kayake bener2 haus hiburan gan. Plusss, sekali lagi plusss…jadi korban media, dan sosial media.
Gimana ndak? Tuh liat hampir semua media di Surabaya nyiarin, mberitain gede2 semua acara itu, plus viral di sosial media. Aku sendiri juga heran, kenapa acara gitu bisa masuk liputan di media, padahal inti acarane ya sama aja. Anda keluar rumah, keluar uang, hore2, senang sesaat, lalu lelah. 

Lalu misalnya ada yang ngebantah,”Lho acaranya itu kan gratis”. Lha, gan gratis kan acaranya, terus ente ke sananya naik apa? Ngesot? Pasti paling ndak naik kendaraan kan, dan itu keluar uang buat beli bensin. Okeh, kalopun kalian ngesot, pasti bakalan lelah juga kan? Malah lebih parah sodara!!!!

Yaa….akan selalu begitu sodara. 

Makanya, belakangan klo ada yang ngajakin aku ke acara macem gitu mending ndak deh.  Klo buat aku yang asli Suroboyo sih bakalan lebih asyik klo HUT Surabaya gak perlu banyak acara, tapi kualitas hidup penduduknya terus diperbaiki, gak ada penggusuran, en gak ada banjir karena pinggiran pantai mau dibuat apartemen ato perumahan elit kaum pendatang.

About

Planet Blog

PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia

Indonesian Blogger