Pages

Kamis, 10 September 2009

Dari Konflik RI - Malaysia Hingga Perubahan Pola Pikir Bangsa

Ramadhan memanglah sebuah bulan yang sangat indah. Bulan dimana setiap masing – masing dari kita belajar untuk saling mengasihi sesamanya, saling memaafkan sesamanya, saling menahan amarah, serta masih banyak lagi hal – hal positif lainnya yang dapat kita petik dari bulan Ramadhan nan suci ini.
Dalam bulan ini, alunan ayat suci Al – Qur’an dilantunkan tiap malamnya dengan sayup – sayup nan megah, di setiap masjid maupun surau – surau. Sungguh bulan yang luar biasa. Dalam bulan yang suci ini setiap anak adam berlomba meningkatkan amal kebaikannya, serta berusaha mengurangi perilaku – perilaku buruknya yang dapat mengurangi nilai ibadahnya. Memang bulan yang luar biasa.
Namun di bulan Ramadhan ini bukan berarti semua masalah akan selesai dengan sendirinya, baik permasalahan pribadi maupun permasalahan yang sedang mendera bangsa ini. Seperti yang kita ketahui bahwa, bangsa kita sempat digemparkan dengan retaknya hubungan negeri kita dengan negeri tetangga, Malaysia. Kali ini Malaysia kembali melakukan klaim atas sejumlah kekayaan Indonesia. Beberapa waktu yang lalu Malaysia melakukan klaim atas tari pendhet yang diklaim milik Indonesia. Tentu saja hal ini menimbulkan reaksi yang sangat keras. Mungkin aksi klaim Malaysia terhadap sesuatu yang menjadi milik Indonesia bukan kali ini saja. Misalnya beberapa tahun yang lalu Indonesia harus kehilangan pulau Sipadan dan Ligitan, lalu tahun lalu Indonesia dan Malaysia harus bersitegang lagi karena klaim Malaysia terhadap Reog Ponorogo.
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa pada saat ini permasalahan yang melanda bangsa ini amatlah banyak. Namun yang pada saat ini menarik perhatian kita pada saat ini adalah keretakan hubungan Negara kita dengan Malaysia seperti yang telah kita sebutkan diatas. Hal ini dikatakan menarik karena yang pertama menjadi konsumsi yang disajikan oleh media saat ini, lalu sebagian gerakan mahasiswa pun terlibat atau mungkin sengaja melibatkan diri dalam masalah ini, seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu, dimana banyak sekali aksi – aksi dukungan ganyang Malaysia yang dilontarkan teman – teman gerakan mahasiswa. Mahasiswa yang pasca reformasi belum menemukan musuh bersama, seolah – olah bangkit lagi dalam “mengganyang” musuh bersama. Atau apakah mereka hanya ingin menghidupkan kembali romantisme masa lalu seperti yang dilakukan oleh Soekarno dulu?
Namun biarlah semuanya terjadi begitu saja. Biarlah mereka yang berjuang menyampaikan aspirasinya berjalan dengan cara mereka. Mungkin tidak hanya menyampaikan aspirasinya dalam masalah hubungan Malaysia dengan Indonesia saja, akan tetapi berbagai permasalahan lainnya pula, seperti bagaimana agar anak – anak mereka dapat melanjutkan sekolahnya hingga ke jenjang lebih tinggi, atau bagaimana mereka dapat menyambung hidupnya hingga esok hari.
Mungkin sekarang yang menjadi tugas kita sebagai mahasiswa yang notabene sebagai “agent of change” adalah bagaimana kita turut memberikan solusi bagi permasalahan yang ada di bangsa ini. Tentunya kita tidak dapat terus – terusan berdiri di depan kedutaan besar Malaysia lalu memaki – maki Malaysia dan yang paling akhir adalah membakar bendera Malaysia. Namun setelah itu apa? Atau mungkin misalnya kita menuntut pemerintah untuk mensejahterakan masyarakatnya, menaikkan anggaran pendidikann dan lainnya dengan cara berdiri di depan kantor instansi yang terkait. Namun sekali lagi yang sering kita lupakan dalam masalah tersebut adalah langkah selanjutnya yang harus kita ambil apa? Mungkin isu – isu yang seperti itu hanya mampu berjalan kurang lebih 1 bulan saja, hal ini terjadi karena kita hanya mengetahui permasalahan tersebut ketika sudah mengemuka lalu “membalutnya dengan perban tanpa mengobatinya”.
Akankah kita terus seperti itu? Tentu saja selama ini kita miliki namun belum pernah kita rawat secara optimal.
Sekali lagi mungkin yang harus dirubah dalam diri kita adalah bagaimana kita mengelola perasaan, cara berpikir, lalu metoda kita dalam mengelola segala sesuatunya agar gagasan – gagasan yang kita sampaikan dapat diterima masyarakat serta tidak terkesan kosong atau hanya sekedar luapan kekesalan orang yang ada di pinggir jalan. Semoga di bulan Ramadhan yang suci ini kita bisa merubah diri kita menjadi pribadi – pribadi yang lebih baik, agar dapat tercapai kesuksesan – kesuksesan yang dapat terakumulasi dan terkelola dengan baik. Karena sukses sebuah bangsa adalah akumulasi dari sukses individu. tidak. Di bulan Ramadhan ini seharusnya bisa menjadi momentum kita dalam bermetamorfosis dari pola pemikiran – pemikiran yang seperti itu. Mungkin ada baiknya jika kita berterima kasih kepada Malaysia, karena telah membuat kita untuk ingat kepada kebudayaan serta hal – hal positif yang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Planet Blog

PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia

Indonesian Blogger