Pages

Sabtu, 27 Juni 2009

Kontrak Politik: Pintu Lain Berkampanye

Pemilu presiden 2009 tinggal beberapa hari saja. Perang taktik dan strategi para capres – cawapres pun semakin gencar menjadi tontonan publik. Mulai dari baliho dan spanduk yang bertebaran di pinggir jalan, memasang iklan di televisi yang memakan biaya miliyaran rupiah, mendatangi para konstituen mereka, hingga melakukan kontrak politik dengan pihak – pihak tertentu.
Mungkin yang paling menarik untuk kita cermati dalam metode kampanye di periode ini adalah adanya kontrak politik. Pada saat ini kontrak politik memang menjadi sebuah alternatif baru bagi para kandidat capres – cawapres ( mungkin tidak hanya capres – cawapres saja, tapi semua pihak yang akan menjadi kontestan dalam sebuah pemilihan umum ) yang akan turut meramaikan “pesta demokrasi” yang ada di negeri ini.
Kita anggap menarik, karena dalam metode kampanye yang satu ini para calon pemimpin yang bertarung dalam pemilu tergolong sangat berani. Dapat dikatakan berani karena mereka berani berhadapan langsung dengan orang – orang yang mengajukan kesepakatan dalam kontrak politik tersebut. Asumsi dasar kita adalah mereka yang berani mengajukan kontrak politik kepada capres – cawapres tersebut adalah orang – orang yang memiliki tingkat pendidikan, kekritisan, serta keberanian diatas rata – rata. Hal ini sangat berbeda sekali ketika seorang capres menokohkan dirinya melalui iklan – iklan di televisi yang hanya sambil lalu saja masuk dalam lintasan mata kita. Atau ketika seorang calon kandidat presiden memasang foto dan juga jargonnya di spanduk atau baliho yang ada di pinggir jalan, maka masyarakat hanya akan memandang secepat apa dia berjalan diatas kakinya atau diatas kendaraannya, atau bahkan mungkin mereka tidak memperhatikan sama sekali karena kondisi jalanan yang tidak memungkinkan mereka untuk memandangnya, karena khawatir akan terjadi kecelakaan.
Namun yang seringkali cukup mengganggu dalam pikiran kita adalah sebenarnya seberapa kuatkah kontrak politik tersebut. Apakah dia memiliki daya ikat yang sangat kuat, sehingga apabila kontrak politik tersebut dilanggar, maka harus ada konsekuensi yang konkret bagi mereka yang tidak menjalankan isi dari kontrak politik tersebut. Misalnya ada seorang calon presiden yang menandatangai sebuah kontrak politik, lalu sanksi apakah yang akan didapat oleh sang calon presiden tersebut jika kontrak politik tersebut dilanggarnya? Kita belum pernah melihat adanya sebuah konsekuensi yang konkret apabila kontrak politik yang telah disepakati tersebut tiba – tiba saja tidak dijalankan. Misalnya apabila kontrak tersebut dilanggar, maka konsekuensi yang harus dilakukan oleh seorang capres – cawapres terpilih tadi adalah mundur dari jabatannya. Semua hanya masih dalam tataran lip service saja. Mungkin dasar inilah yang melandasi mereka berani menandatangi kontrak politik dengan masyarakat, karena belum adanya sanksi yang jelas.
Selain itu, mungkin satu hal yang sering mengganggu nalar kita adalah, apakah orang – orang yang mengajukan kontrak politik tersebut benar – benar akan mendukung sang calon pemimpin tersebut? Apakah ada yang menjamin bahwa dia juga tidak akan mengajukan kontrak politik yang sama kepada calon yang lain?
Terlepas dari berbagai hal diatas, satu hal yang dapat kita harapkan adalah semoga saja kontrak politik ini dapat menjadi salah satu media alternatif kampanye yang banyak dilirik oleh berbagai pihak yang mengajukan dirinya menjadi seorang pemimpin kedepannya. Sehingga kedepannya metode – metode kampanye bagi para calon pemimpin kita tidak lagi bersandar pada metode – metode kampanye yang sifatnya konvensional dan menghamburkan banyak biaya, seperti menampilkan musik dangdut, baliho, spanduk, memasang iklan di media cetak maupun elektronik. Dan tentu saja hal ini juga akan menjadi pendidikan politik bagi masyarakat dan para calon pemimpin, karena akan merintis terjadinya komunikasi dua arah yang sifatnya partisipatif antara calon pemilih dengan calon yang akan mereka pilih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Planet Blog

PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia

Indonesian Blogger