Resensi Buku Max Havelaar
Awalnya sih ane pengen ngerensi buku ini gan. Coz,
nih buku menarik dan legendaris banget. Buat ngedapetinnya aja, ane mesti pesen
dulu ke tukang buku loakan. Tp waktu ane googling, ternyata bnyk jg Blogger yg
uda ngerensi buku ini gan. Jadinya, ane berubah pikiran deh. Walopun gitu, ane
pngen bikin sdikit tulisan aja tentang nih buku, cuman skedar biar qt g lupa
ama sjarah gan :D
Buku ini sebenarnya berjudul Lelang Kopi Maskapai
Dagang Belanda. Tapi, belakangan masyarakat lebih mengenalnya dengan judul Max
Havelaar.
Buku Max Havelaar tampak cover
Buku ini menceritakan tentang kehidupan Eduard
Douwes Dekker atau yang biasa kita kenal Multatuli. Di buku ini juga, kita akan
mengetahui jika pengertian nama Multatuli adalah aku yang selalu menderita.
Dalam buku yang sudah legendaris di Belanda ini, Multatuli berusaha mengangkat
kehidupan masyarakat Jawa, khususnya petani di daerah Lebak yang banyak
mengalami penderitaan. Namun, sang penulis tidak menggunakan nama aslinya dalam
cerita ini, melainkan dia memakai nama Max Havelaar yang memiliki jabatan
sebagai asisten residen Lebak.
Penderitaan para petani Lebak tersebut, lebih banyak
disebabkan oleh kesewenang-wenangan para pejabat atau pangreh praja pribumi,
dalam hal ini yang dimaksud adalah Bupati Lebak. Salah satu bentuk
kesewenang-wenangan yang berusaha diprotes oleh Havelaar, ialah ketika sang
bupati mengerahkan tenaga rakyat secara cuma-cuma untuk membersihkan halaman
rumahnya.
Saat itu, sang bupati hendak menerima tamu Bupati
Bogor dan Bupati Cianjur. Havelaar memprotesnya dengan mengirimkaan surat
langsung kepada atasannya Residen Banten Slijmering.
Sayangnya, oleh Siljmering surat pengaduan Havelaar
justru ditanggapi berbeda oleh Slijmering. Slijmering menganggap, pengaduan
Havelaar merupakan ancaman bagi kelangsungan pemerintahan Hindia Belanda.
Sebab, saat itu pemerintah masih sangat membutuhkan jasa para pejabat pribumi.
Sehingga, walaupun para pejabat pribumi tersebut melakukan penindasan kepada
rakyat, maka pemerintah kolonial hanya bisa diam saja.
Tidak hanya itu, Slimering sebenarnya juga memiliki
kepentingan pribadi untuk meredam protes Havelaar. Sebab, selama ini dirinya
selalu melaporkan kepada Gubernur Jendral, jika kondisi daerah yang dipimpinnya
selalu aman, dan sejahtera. Maka, apabila pengaduan protes yang dilakukan oleh
Havelaar muncul ke permukaan, maka hal itu akan membuat kinerjanya dievaluasi
oleh atasannya langsung, sang Gubernur Jenderal.
Akibat sikap kritisnya itu, Havelaar kemudian
dipindahkan tugasnya menjadi Asisten Residen Ngawi. Namun, secara tegas
Havelaar menolaknya. Sebab, Havelaar mengetahui yang akan menjadi atasannya
kelak, yaitu Residen Yogyakarta masih memiliki hubungan kerabat dengan Bupati
Lebak. Sehingga, Havelaar memilih untuk mundur dari jabatannya.
Kendati demikian, setelah mengundurkan diri dari
jabatannya, Havelaar mengajak istrinya Tine dan putranya pergi ke Batavia untuk
menemui Gubernur Jenderal. Rencananya, Havelaar yang masih bersikeras jika
dirinya tidak bersalah, masih memiliki keinginan supaya pemerintah menindak
tegas Bupati Lebak yang korup dan sewenang-wenang. Pasalnya, Havelaar
berkeyakinan jika pemerintah kolonial, khususnya Gubernur Jenderal masih
memiliki niat baik untuk mensejahterakan masyarakat pribumi.
Sayangnya, niatan Havelaar itu tidak pernah
tercapai. Sebab, sang Gubernur Jenderal enggan menemuinya dengan alasan sibuk,
dan harus segera kembali ke Belanda untuk digantikan oleh calon penggantinya.
oke, sama2 mas, salam kenal juga dari saya :)
BalasHapusUdah baca bukunya tapi sangat sulit untuk dicerna, mungkin karena terjemahannya kaku.
BalasHapusSepertinya memang begitu mas,tp sebenarnya saat ini cetakan yang baru lumayan lebih luwes dari yang cetakan tahun 70 an seperti yang saya punya itu :)
Hapus