Pages

Sabtu, 03 April 2010

Obama Dinanti, Obama Dibenci

Rencana kedatangan Presiden Amerika Barrack Obama ke Indonesia pada tanggal 19 – 25 Maret ternyata ditunda hingga bulan Juni mendatang. Meskipun telah ditunda, namun rencana kedatangan Presiden negara adidaya tersebut telah memancing polemik yang ada di Indonesia.

Pasalnya disatu sisi, Obama yang pernah tinggal di Indonesia selama empat tahun ini telah dinantikan oleh sebagian orang. Mereka yang merasa memiliki memori dengan Obama semasa Obama kecil dulu sangat ingin sekali bertemu dengannya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Terutama sekolah yang dulu pernah menjadi tempat Obama menimba ilmu semasa kecil, yaitu sebuah sekolah dasar yang ada di kawasan Menteng.

Akan tetapi di sisi yang lain, sebagian masyarakat kita juga terpecah dalam menyikapi kedatangan Obama tersebut. Mereka menolak kedatangan Obama ke Indonesia. Alasan mereka menolak Obama karena mereka menganggap bahwa Amerika adalah sebuah negara penjajah, dimana semua kebijakannya tidak terlepas dari campur tangan Obama. Seperti yang diketahui bersama bahwa pada masa pemerintahan Obama ini Amerika bukannya menarik pasukannya dari Irak dan Afghanistan, akan tetapi semakin menambah jumlah tentaranya yang akan ditugaskan di kedua negara tersebut.

Terlepas dari itu semua, mungkin ada baiknya jika mengambil sisi yang lain dalam menyikapi kedatangan Presiden Amerika tersebut. Kita tidak akan berpihak kemanapun dalam polemik yang sedang terjadi tersebut, akan tetapi mungkin sudah menjadi sebuah kewajaran jika kita tetap bersikap bijak dalam menyikapi hal tersebut. Tentunya ada sisi positif dan negatif dari kedatangan Obama ke Indonesia. Dan kita tentu bisa mengambil sisi positif hal tersebut, misalnya dengan kedatangan Obama di Indonesia, maka hal ini diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan dunia Internasional kepada Indonesia dalam berbagai hal, khususnya dalam hal keamanan dari terorisme dan minat investor asing untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Selain itu, kedatangan Obama ke Indonesia juga dapat diharapkan dapat memperbaiki hubungan antara dunia Islam dan Amerika. Karena beberapa pimpinan ormas Islam mengharapkan dapat bertemu dengan Obama agar dapat menjembatani keinginan dua dunia tersebut. Untuk sisi negatif dari kedatangan Obama ke Indonesia, mungkin kita bisa menyiapkan langkah – langkah antisipatif. Yang tentunya hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh pemerintah.

Mungkin kita sepakat bahwa kita tidak perlu menyambut Obama secara berlebihan, akan tetapi kita juga tidak boleh terburu – buru dalam mengambil sikap antipasti terhadap kedatangan Obama ke Indonesia. Karena kita tidak akan mungkin dapat menyampaikan apa yang selama ini menjadi keluhan dan kekecewaan kita terhadap Amerika tanpa adanya komunikasi, dan komunikasi tersebut tidak akan terbangun jika kita terburu – buru untuk bersikap antipati.

Rantai Tak Terputus Terorisme

Pasca peristiwa bom bali yang terjadi pada tahun 2002, Indonesia seolah – olah tidak pernah lepas dari permasalahan terorisme. Banyak sekali rentetan peristiwa yang terjadi terkait peristiwa terror bom ini. Mulai dari peristiwa peledakan bom di JW Marriot 1, bom bali 2, teror di kedutaan Australia, hingga yang paling terakhir adalah terjadinya peristiwa teror bom yang terjadi pada Juli 2009 lalu.

Tentu saja peristiwa itu membuat Indonesia tidak mendapatkan kepercayaan dunia dalam rangka menjaga kedaulatan wilayahnya dari serangan teror bom tersebut. Banyak sekali dampak dari peristiwa – peristiwa tersebut, diantaranya adalah adanya travel warning dari dunia Internasional kepada warga negaranya agar tidak berkunjung ke Indonesia, lalu menurunnya kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia terkait sektor ivestasi.

Mungkin hal yang paling mencengangkan kita saat ini adalah, bahwa Indonesia pada saat ini telah dijadikan kamp latihan oleh para teroris tersebut. Mereka menjadikan Indonesia sebagai kamp latihan layaknya tempat – tempat yang lain, seperti Mindanao, Afghanistan, Pakistan. Mereka memilih Indonesia sebagai tempat baru bagi kamp latihannya karena menganggap Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki posisi strategis. Jika ditinjau dari sudut geografis, Indonesia memang memiliki posisi yang strategis, yaitu terletak diantara dua samudra dan dua benua, serta memiliki Selat Malaka yang sangat ramai sekali sebagai lalu lintas laut.

Semua itu merupakan peristiwa yang cukup memberikan pukulan bagi Indonesia akibat terjadinya terorisme. Agar peristiwa tersebut tidak berlarut – larut cukup lama, maka pemerintah Indonesia pun melakukan berbagai tindakan yang dirasakan perlu guna menanggulangi permasalahan terorisme ini. Mulai dari penyebaran gambar wajah para pelaku, pemberian hadiah bagi masyarakat yang memberikan informasi tentang keberadaan teroris tersebut, hingga aksi pengepungan dan penembakan dengan para teroris tersebut pun juga terjadi bak sebuah adegan dalam film action.

Perlu Tindakan Persuasif

Tindakan antisipatif dari pemerintah seperti yang telah kita sebutkan diatas pasca terjadinya peristiwa teror bom tersebut mungkin ada benarnya juga. Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menumbuhkan kembali kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia. Pemerintah Indonesia beralasan bahwa tindakan terorisme harus dicabut dari akar – akarnya, hingga tidak ada lagi bibit terorisme yang akan lahir kembali di Indonesia.

Akan tetapi sadar atau tidak, penanganan dan penanggulangan terhadap ancaman terorisme yang berlebihan justru akan semakin membuat suasana Indonesia jauh dari kesan aman dan nyaman. Misalnya saja, dengan semakin banyaknya penempelan poster yang berisi dengan gambar wajah para teroris tersebut, maka akan membuat suasana semakin “angker” saja. Selain itu dalam beberapa media juga disebutkan bahwa, kebanyakan mereka yang diduga atau yang menjadi tersangka teroris, memiliki beberapa sifat yang menurut kebanyakan orang adalah sifat – sifat yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa ini, misalnya sopan, suka membantu tetangga, sering memakmurkan tempat ibadah, atau bahkan dari kalangan terpelajar. Maka apabila hal ini diteruskan tentu saja hal tersebut dapat merubah tatanan sistem yang selama ini terbangun di masyarakat menjadi rusak. Karena setiap orang yang jika berperilaku baik tadi dapat dicurigai sebagai pelaku teroris, maka bisa saja orang akan lebih cenderung untuk memilih berperilaku yang bertentangan dengan norma masyarakat.

Selain melihat dari sisi masyarakat, maka kita juga harus melihatnya dari sisi keluarga para pelaku. Keluarga yang ditinggalkan, terutama mereka yang telah memiliki anak, tentu saja akan merasa sangat terpukul dan sakit hatinya ketika ayah atau saudara mereka telah dicap sebagai pelaku teroris. Satu hal yang perlu dipikirkan oleh kita semua adalah, bahwa mereka tentu saja tidak akan rela jika anggota keluarga dicap sebagai teroris. Selain itu gencarnya publikasi media tentang bahaya terorisme dan penayangan televisi yang berisi adegan penangkapan terhadap anggota keluarga mereka, tentu saja tidak akan membuat mereka bisa menerima cap tersebut. Hal tersebut justru akan semakin meyulut api kebencian mereka terhadap pemerintah. Sehingga hal ini justru akan menciptakan pengkaderan para pelaku teroris secara tidak langsung. Tentu saja hal ini dapat terjadi karena selain alasan ideologi seperti yang selama ini sering kita dengar, alasan dendam kepada pemerintah juga dapat menyulut terjadinya hal tersebut.

Oleh karena itu dari sini perlu bagi pemerintah dan kita semua untuk memikirkan cara persuasif kepada keluarga para pelaku tindakan teror tersebut dalam rangka melakukan tindakan pencegahan terhadap aksi terorisme. Mungkin salah satu hal konkrit yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan cara merangkul keluarga yang ditinggalkan oleh para pelaku teroris tersebut, misalnya dengan cara memberikan sedikit materi atau beasiswa bagi anak – anak mereka, sembari memberikan sedikit penjelasan kepada mereka untuk memahami tindakan pemerintah terhadap keluarga mereka yang tersangkut masalah terorisme tersebut. Sebenarnya selain cara tersebut, mungkin masih banyak cara persuasif lainnya yang dapat kita lakukan. Dari sini diharapkan kita dapat memutus rantai terorisme di Indonesia. Sehingga harapan kita dalam menaggulangi tindakan terorisme hingga ke akar – akarnya benar – benar akan terwujud.

Jangan Goda PTN

Tepat tanggal 31 Maret kemarin putusan tentang pembatalan UU BHP dibacakan oleh MK. Putusan pembatalan tersebut seolah – olah membuat lega perasaan sejumlah pihak. Pihak yang sebelumnya merasa bahwa dengan adanya UU BHP ini, pendidikan di Indonesia akan memasuki era liberalisasi bisa merasa puas dengan adanya keputusan MK tersebut.

Selama ini UU BHP ini dipandang cukup kontroversial untuk diterapkan di Indonesia. Hal ini terjadi karena undang – undang tersebut dikhawatirkan akan menjadi pintu awal untuk komersialisasi pendidikan di Indonesia. Meskipun undang – undang ini dianggap akan mengkomersialisasikan pendidikan, akan tetapi sejumlah PTN di Indonesia seolah – olah tidak merasa keberatan dengan adanya undang – undang ini. PTN – PTN tersebut justru ada yang mendukung diterapkannya UU BHP ini, bahkan mereka seolah – olah berlomba – lomba untuk segera merubah statusnya menjadi BHPP ( Badan Hukum Pendidikan Pemerintah ).

Jika kita baca sekilas, UU BHP ini memang seolah – olah menguntungkan PTN dan pemerintah dalam hal pembiayaan. Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam pasal 41 ayat 6 yang berbunyi, pemerintah bersama – sama dengan BHPP menanggung paling sedikit ½ biaya operasional, pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan. Dari sini seolah – olah pemerintah hanya membiayai dana operasional PTN setengahnya saja, sedangkan sisanya PTN diberikan kebebasan untuk mendanai kegiatan pendidikannya dari mana saja, bahkan dari peserta didiknya sekalipun. Mungkin inilah yang menjadi keresahan mahasiswa tentang UU BHP ini. Karena mereka khawatir bahwa ini akan menjadi ladang bagi PTN untuk menjual belikan bangku kuliah kepada calon mahasiswa, sehingga hal ini tentu saja akan menyingkirkan mereka yang memiliki kemampuan financial rendah.

Dari sinilah mungkin PTN perlu kembali menegaskan garis hidupnya sebagaimana yang tercantum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang salah satu pointnya menyatakan tentang pengabdian kepada masyarakat. Dan pengabdian kepada masyarakat tersebut adalah dengan cara mencerdaskan masyarakat dengan tidak membeda - bedakan mereka dalam kelas financial agar bisa diterima dalam PTN tersebut. Dari sini pula, semoga pemerintah tidak melepaskan tanggung jawabnya terhadap pendidikan di negeri ini, agar pendidikan bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat manapun.

About

Planet Blog

PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia

Indonesian Blogger