Pages

Minggu, 30 Agustus 2009

Siapa Korban Isu Teroris Berikutnya?

Jakarta kembali dirundung masalah. Kali ini disebabkan oleh ledakan bom yang terjadi di Mega Kuningan. Aksi terror yang dilakukan pada tanggal 17 Juli 2009 yang lalu ini meledakkan dua hotel ternama di Jakarta, yaitu JW. Marriot dan Ritz Carlton. Tragedi ini benar – benar luar biasa dampaknya. Bahkan Manchester United yang akan tampil berlaga di Indonesia pun mengurungkan niatnya untuk melakukan Tour Asia nya di Indonesia.
Banyak spekulasi yang muncul terkait dengan tragedi ini. Spekulasi yang pertama adalah bahwa motif dari adanya kasus terror ini adalah terkait dengan hasil pilpres 2009 yang baru saja diselenggarakan oleh KPU. Terlebih hal ini diperkuat dengan pernyataan presiden SBY dalam jumpa pers nya yang pada intinya pernyataan SBY ini mengarah pada mereka yang tidak puas terkait hasil pilpres 2009. Misanya pada waktu itu terdapat pernyataan SBY yang menyatakan bahwa ada sekelompok orang yang akan melakukan pendudukan di kantor KPU apabila hasil pilpres diumumkan. Selain itu SBY juga menyebutkan bahwasannya Indonesia akan dijadikan seperti Iran oleh sekelompok orang, lalu dia juga menambahkan bahwa ada sekelompok orang yang menyatakan bahwa akan revolusi di Indonesia apabila SBY yang akan terpilih sebagai pemenang dalam pilpres 2009.
Dari beberapa pernyataan yang dikeluarkan oleh SBY tersebut, public seolah – olah diarahkan bahwa pelaku dari aksi terror kali ini adalah pihak – pihak yang tidak puas dengan hasil pilpres 2009. Namun semua dugaan tersebut keliru, ketika polisi mengumumkan bahwa pelaku peledakan kedua hotel tersebut masih dalam lingkungan Noordin M. Top.
Dari sini masyarakat kita kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa pelaku terror kali ini adalah berasal dari kalangan “Islam garis keras”. Dari sini pula umat Islam dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa sekali lagi mereka akan menghadapi berbagai perlakuan yang mungkin tidak seharusnya diperlakukan kepada mereka. Banyak sekali kecurigaan – kecurigaan kepada mereka hanya didasarkan pada “symbol – symbol” atau “atribut - atribut” yang mereka kenakan, misalnya jenggot panjang, celana diatas mata kaki, atau mungkin wanita yang berjilbab lebar dan bercadar, dan sebagainya. Padahal sebenarnya bagi umat Islam, bahwa hal – hal yang dikatakan sebagi “symbol” oleh sebagian kalangan tadi merupakan hal yang tidak mungkin dilepaskan dari kehidupan mereka, hal tersebut adalah sebuah ideology yang sangat melekat erat.
Dari sini sangat jelas sekali bahwa sebenarnya yang menjadi korban sejati adanya aksi terror bom ini adalah umat Islam. Mereka yang menjadi korban luka – luka pada saat peledakan bom terjadi mungkin tidak akan begitu mengalami penderitaan yang mendalam, karena sudah terlalu banyak orang atau pihak yang menaruh perhatian pada mereka. Namun umat Islam, sama sekali tidak ada orang yang memperhatikan seberapa dalam penderitaan yang dialami oleh umat Islam pasca aksi terror tersebut, terkait apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencurigainya serta mengganggu kehidupan pribadi mereka. Hal ini belum termasuk pemberitaan miring yang selalu dilakukan oleh media massa dalam memberitakan segala sesuatunya tentang umat Islam. Untuk itu dari sini dapat ditarik sebuah benang merah, bahwa sekali lagi yang menjadi korban yang paling dirugikan dalam aksi terror ini adalah umat Islam, bukan mereka yang berdasi di hotel tersebut, menikmati secangkir kopi ditemani para kolega, ataupun para supporter MU , tapi umat Islam.

Hilangnya Kearifan Lokal Masyarakat Pasca Teror Bom

Aksi terror bom pada beberapa hari yang lalu rupanya telah membawa beberapa dampak dalam kehidupan masyarakat kita. Pasca terjadinya aksi terror tersebut aparat keamanan kita memang seolah – olah tidak ingin kecolongan lagi, maka berbagai tindakan antisipatif pun banyak dilakukan. Mulai dari pemasangan pamphlet – pamphlet yang memampang wajah orang yang dianggap buronan, memasang iklan di televisi agar masyarakat waspada, hingga menangkap orang – orang yang dicurigai oleh pihak kepolisian.
Sekilas mungkin ini adalah sebuah tindakan yang wajar – wajar saja. Karena dalam rangka menciptakan keamanan serta stabilitas nasional memang diperlukan hal yang seperti ini. Akan tetapi apabila kita amati dan kaji ulang, maka tindakan – tindakan yang seperti ini seolah – olah mengingatkan pada peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965. Dimana pada saat itu situasi kemanan kita begitu mencekam.
Sebenarnya keadaan yang mencekam yang seperti ini justru diciptakan oleh Negara sebagai pelindung masyarakat. Dalam hal ini seharusnya dapat memberikan kenyamanan kepada masyarakatnya agar mereka dapat hidup dengan nyaman dan aman tanpa diskriminasi. Tempelan – tempelan poster yang dipasang oleh pihak kemanan justru akan menimbulkan suasana menjadi tidak nyaman. Selain itu hal yang seperti ini justru akan mencitrakan bahwa kondisi Negara sedang tidak aman, dan menunjukkan kegagalan dari kinerja aparat kepolisian kita karena tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Selain itu hal ini juga cenderung akan menimbulkan tindakan semnbrono dari pihak kepolisian, karena mereka seringkali melakukan salah penangkapan. Hanya bermodalkan sedikit kecurigaan, maka polisi berhak menangkap orang yang dicurigai tersebut tanpa melakukan pengamatan yang dalam terlebih dahulu.
Bahkan hal ini pun juga berdampak pada psikologis masyarakat. Masyarakat Indonesia yang dulu adalah sebuah masyarakat yang dikenal ramah tamah, kini berubah menjadi masyarakat yang saling mencurigai satu sama lainnya. Ketika melihat tetangganya yang cenderung pendiam, taat beribadah, serta terpelajar, maka masyarakat kita pun menaruh kecurigaan. Kecurigaan tersebut akan semakin hebat ketika orang tersebut berjenggot, berdahi jitam, memakai celana diatas mata kaki untuk laki – laki, dan berjilbab lebar serta bercadar untuk seorang wanita.
Apakah kondisi yang seperti ini memang sengaja diciptakan oleh orang – orang yang merekayasa ini semua? Tentu saja jawabannya adalah ya. Tapi tentunya kita tidak mengetahui siapakah yang merekayasa ini, apakah pihak asing yang tidak suka terhadap kemanan di negeri ini, atau justru orang – orang yang sangat diuntungkan ketika negeri ini tidak aman, karena mereka mendapatkan pekerjaan.
Mungkin dari sini kita bisa sedikit menarik sebuah intisari, bahwa seharusnya hal – hal yang seperti ini tidak perlu terjadi di dalam masyarakat. Karena tentu saja dalam hal ini masyarakat kitalah yang paling dirugikan oleh situasi yang seperti ini. Budaya – budaya kearifan local mereka dalam suasana kehidupan yang guyub rukun harus diganti dengan sifat saling mencurigai satu sama lain. Terlebih lagi yang mereka curigai adalah mereka yang mungkin dianggap memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, serta mereka yang dianggap taat dalam menjalan kehidupan agamanya. Seharusnya pihak aparat kemanan mampu menciptakan suasana yang kondusif bagi masyarakat, bukan malah sebaliknya mereka menimbulkan suasana yang mencekam dengan memperbanyak foto – foto orang yang dianggap sebagai teroris. Apabila hal ini dilanjutkan, maka dapat dikatakan bahwa Negara ini telah gagal dalam menciptakan suasana aman dan nyaman yang diidam – idamkan oleh masyarakatnya. Terlebih lagi dalam menciptakan suasana kemanan yang tanpa sikap diskriminatif kepada golongan apapun, tanpa membeda – bedakan berdasarkan latar belakang tertentu baik suku, agama, maupun ras.

About

Planet Blog

PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia

Indonesian Blogger